WahanaNews.co, Jakarta - Dalam upaya memperbaiki sistem logistik nasional, fokus Pemerintah telah dimulai sejak diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional yang kemudian diteruskan melalui penerbitan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) Tahap XV pada 2017 untuk pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional.
Dalam tahap berikutnya, Pemerintah melanjutkan dengan Reformasi Logistik 3.0 melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) yang bertujuan menghapus duplikasi dan sekat-sekat sebelumnya, melalui digitalisasi dan kemudahan layanan single submission.
Baca Juga:
Pemerintah Dukung Peningkatan Ekspor dan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan
“Upaya pembenahan sistem logistik nasional tersebut telah membuahkan hasil dengan dwelling time nasional pada Agustus 2023 mencapai 2,52 hari, melampaui target 2,9 hari, dan unggul di kawasan ASEAN, hanya sedikit di bawah Singapura. Kita apresiasi untuk teman-teman logistik nasional,” ungkap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso yang mewakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada acara Forum Diskusi Peningkatan Kinerja Logistik melalui Utilisasi Layanan National Logistic Ecosystem (NLE) di Jakarta, Selasa (10/10).
Ke depan, Pemerintah juga akan memperkuat sistem pengawasan kinerja logistik nasional dengan KPI yang mampu menggambarkan kondisi logistik secara real-time dan kuantitatif. Indikator utama yang terus dilakukan peningkatan efisiensi di antaranya yakni biaya logistik, reliability (kemampuan untuk konsisten menjaga kualitas layanan), speed (kecepatan pengiriman barang), dan agility (kemampuan beradaptasi dengan cepat).
Pada 14 September 2023 lalu, Menko Airlangga bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi telah meluncurkan Biaya Logistik Nasional dengan menggunakan basis data Tabel Input-Output yang dimiliki BPS.
Baca Juga:
Industri Kelapa Sawit Berperan Strategis bagi Perekonomian Indonesia
Biaya logistik nasional saat ini yang sebesar 14,29% dari PDB menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara paling kompetitif di ASEAN dalam bidang logistik. Dalam 10 tahun ke depan, biaya itu diharapkan akan dapat diturunkan hingga berada di kisaran 10% dari PDB, dan ditargetkan turun dalam kisaran 8% dari PDB pada 2045.
Sementara itu, untuk meningkatkan rata-rata utilisasi pelabuhan kawasan timur Indonesia yang saat ini masih di bawah 50%, perbaikan terus dilakukan Pemerintah dengan meningkatkan infrastruktur pelabuhan yang bersumber dari optimalisasi volume traffic atau subsidi bagi pelabuhan yang minim traffic (non-commercially viable) di Kawasan Timur.
Selain itu juga didorong inisiatif kebijakan berupa peningkatan logistik berbasis komoditas (commodity-based approach) untuk menciptakan sentra industri baru unggulan di Indonesia Timur serta penggunaan transportasi multimoda dan pengembangan kawasan logistik terintegrasi sebagai hub and spoke untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi biaya logistik.
“Kami mengundang inspirasi, ide, dan masukan konstruktif dari para pelaku industri logistik Indonesia, akademisi, dan pakar untuk menggagas perbaikan sistem logistik nasional agar lebih cemerlang. Kami juga menekankan sinergi dan kolaborasi sebagai kunci menjaga resiliensi ekonomi, memastikan tercapainya target pertumbuhan ekonomi, serta mendukung keberhasilan Reformasi Logistik 4.0 guna tercapainya visi Indonesia Emas 2045,” tutup Sesmenko Susiwijono. Demikian dilansir dari laman ekongoid, Rabu (11/10).
[Redaktur: JP Sianturi]