WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kebuntuan melanda pasar BBM nasional setelah hingga kini belum ada satu pun badan usaha swasta yang membeli base fuel dari PT Pertamina (Persero), padahal pemerintah telah mendorong kerja sama tersebut demi memperkuat kemandirian energi.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku akan menelusuri kabar tersebut.
Baca Juga:
Kapasitas Kilang Dumai Milik Pertamina yang Kebakaran, Mengolah 170.000 Barel Minyak
"Saya belum tahu, nanti saya cek," ujarnya singkat di Kantor DEN, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Sebelumnya, tercatat tidak ada badan usaha swasta yang mengelola SPBU di Indonesia melakukan pembelian base fuel, yaitu bahan bakar murni tanpa campuran aditif, dari Pertamina.
Vivo dan BP-AKR yang semula sudah sepakat membeli pasokan base fuel akhirnya membatalkan kesepakatan, sementara Shell belum pernah mencapai titik temu dalam perjanjian business to business (B2B) dengan Pertamina.
Baca Juga:
Etanol 3,5 Persen Jadi Alasan BBM Impor Pertamina Tak Laku di Swasta
Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menjelaskan bahwa pihak swasta keberatan karena base fuel Pertamina mengandung etanol 3,5 persen.
"Secara regulasi diperkenankan etanol itu sampai jumlah tertentu, kalau tidak salah sampai 20 persen. Sedangkan ini ada etanol 3,5 persen. Nah, ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).
Perwakilan Vivo membenarkan pembatalan rencana pembelian 40.000 barrel base fuel dari Pertamina meski awalnya didorong Kementerian ESDM untuk kerja sama tersebut.
"Karena ada beberapa hal teknis yang tidak bisa dipenuhi oleh Pertamina, sehingga apa yang sudah kami mintakan itu dengan terpaksa dibatalkan. Tapi tidak menutup kemungkinan kami akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk saat-saat mendatang, apa yang kami minta mungkin bisa dipenuhi Pertamina," ungkap perwakilan Vivo.
Sementara Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, mengungkapkan pihaknya memiliki sejumlah pertimbangan dari sisi compliance maupun spesifikasi teknis.
Ia menekankan bahwa dokumen tambahan berupa Certificate of Origin mutlak dibutuhkan untuk memastikan produk tersebut tidak berasal dari negara yang terkena embargo internasional.
"Ini penting untuk kami, karena salah satu shareholder kami kan bergerak atau mempunyai bisnis di lebih dari 70 negara. Jadi kami pun juga perlu mengadopsi standar atau hukum internasional. Di sini di mana kami juga mengurangi risiko akan trade sanction," jelasnya.
Sedangkan President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menyatakan pihaknya hingga kini masih melakukan koordinasi internal terkait kemungkinan pembelian base fuel dari Pertamina.
"Pertamina bersedia menyediakan produk dalam bentuk base fuel dan kami sangat mengapresiasi hal tersebut. Saat ini kami masih dalam pembahasan B2B sesuai dengan anjuran dari Bapak Menteri, terkait pasokan impor base fuel saat ini sedang berlangsung," ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]