WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menemui para pedagang usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) seperti baju, sepatu, dan aksesori di Pasar Tanah, Jakarta Pusat, Kamis (28/9) untuk mendengar secara langsung keluhan sepinya pengunjung.
Kehadiran Mendag Zulkifli Hasan ini untuk memberikan dukungan serta menunjukkan bahwa Pemerintah akan terus hadir untuk para pelaku UMKM sebagai tindak lanjut penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Baca Juga:
Tinjau Pasar Prawirotaman, Mendag: Jelang Nataru, Harga Bapok Stabil dan Pasokan Terjaga
Mendag Zulkifli Hasan didampingi Sekretaris Jenderal Suhanto, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kasan, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Moga Simatupang, serta Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi.
Turut hadir pada peninjauan tersebut Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi DKI Jakarta Elizabeth Ratu Rante Allo.
“Kita datang langsung untuk mendengar dan melakukan diskusi dengan pedagang yang mengeluhkan
sepinya pengunjung. Tidak ada di dunia ini yang Pemerintahnya hanya diam saja apabila pelaku UMKMnya gulung tikar. Pemerintah harus hadir dan berpihak pada UMKM. Selain itu, barang yang datang dari luar negeri juga harus ada aturannya,” kata Mendag Zulkifli Hasan.
Baca Juga:
Mendag Budi Sosialisasikan Permendag Perdagangan Antarpulau Terbaru
Mendag Zulkifli Hasan menambahkan, social commerce hanya akan memfasilitasi promosi barang atau
jasa dan dilarang menyediakan transaksi pembayaran.
Untuk menjaga persaingan usaha yang sehat, social commerce wajib menjaga tidak ada hubungan antara sistem elektronik Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dengan yang di luar sarana PMSE dan menjaga data pengguna media sosial. Selain itu, social commerce tidak boleh digunakan untuk PSME atau perusahaan afiliasi.
"Pemerintah mengatur ini karena kesenjangan harga yang terlampau jauh. Misalnya, pedagang menjual Rp95 ribu sedangkan di media sosial hanya Rp50 ribu. Ini artinya predatory pricing atau menjual barang di bawah harga modal. Semua perdagangan yang dilakukan harus diatur dan
memerlukan beberapa izin seperti sertifikat BPOM dan SNI sebelum melakukan transaksi. Media sosial
bukan sebagai sarana jual beli, melainkan untuk iklan. Sehingga perusahaan yang ingin menjual
produknya bisa membuat lokapasar (marketplace) dan mengurus izin yang diperlukan,” urai Mendag.