WahanaNews.co | Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai disrupsi supply dan konflik Rusia-Ukraina mengganggu momentum pemulihan ekonomi.
Konflik tersebut menyebabkan kenaikan harga komoditas, ketatnya kebijakan moneter, dan likuiditas global.
Baca Juga:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Buka Suara Terkait Polemik Program Tapera
Dia pun mengatakan bahwa ada dampak terhadap perekonomian domestik yang patut diwaspadai.
"Pertama, kenaikan harga komoditas global menyebabkan kenaikan inflasi domestik yang akan menurunkan konsumsi masyarakat. Di mana konsumsi ini merupakan kontributor terbesar PDB, sehingga dapat mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional," ujar Sri dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis (19/5/2022).
Dia menyebutkan bahwa ketatnya kebijakan moneter dan likuiditas global menyebabkan naiknya bunga utang (cost of fund) bagi APBN dan korporasi. Dalam hal ini, APBN berfungsi sebagai shock absorber dalam menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat.
Baca Juga:
Perdana Menteri Singapura Juga Menjabat Sebagai Menteri Keuangan Baru
"APBN mempertahankan daya beli masyarakat, kenaikan harga komoditas global tidak di-pass through ke harga domestik (administered prices) dan menjaga kecukupan pasokan bahan pangan dan energi dalam negeri," ungkap Sri.
Tak hanya itu, sambung dia, APBN juga menjaga kesehatan keuangan Pertamina dan PLN dalam rangka menjaga stabilitas harga energi di dalam negeri.
Sri juga mengatakan bahwa kenaikan harga komoditas, dengan harga minyak dunia mencapai USD100 per barel sementara asumsi APBN USD63 per barel berdampak pada peningkatan pendapatan negara. Tetapi, belanja negara tentunya juga naik secara signifikan.
"Belanja negara naik signifikan untuk alokasi kebutuhan peningkatan subsidi, kompensasi, dan peningkatan bansos, penyesuaian mandatory spending, dan penyesuaian dana bagi hasil," tambah Sri.
Meskipun demikian, Sri menegaskan bahwa kesehatan APBN harus dikembalikan. "Defisit harus tetap dalam batas aman di kisaran 4,50% PDB," pungkas Sri. [rsy]