WahanaNews.co | Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi nasional di 2022 meningkat 0,19 juta hektare menjadi 10,61 juta hektare.
Sejalan dengan itu, produksi beras nasional di 2022 mencapai 32,07 juta ton. Meski demikian, harga beras beberapa waktu belakangan ini tercatat naik.
Baca Juga:
Prabowo Tinjau Langsung Panen Padi di Merauke
Di mana berdasarkan data melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), tercatat harga beras ada di kisaran Rp 11.200 pada 17 Oktober 2022.
Lantas, kenapa harga beras saat ini naik meski luas panen dan produksi meningkat?
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebutkan, mahalnya harga beras saat ini merupakan hal yang wajar.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kubu Raya Rencanakan Penanaman Padi 69.462 Ton Tahun 2024
"Harga itu mengikuti siklus panen dalam setahun itu ada tiga siklus penting di produksi pada panen raya. Kalau enggak ada anomali iklim, enggak ada penyimpangan iklim itu Februari Mei, itu panen raya," ujar Khudori melansir VIVA, Senin (17/10/2022).
Khudori menjelaskan, panen pada Februari-Mei produksi mencapai 60 persen hingga 65 persen dari produksi satu tahun.
Kemudian panen gadu atau padi yang dipanen musim kemarau dimulai Juni-Oktober sebesar 25-30 persen, dari produksi satu tahun.
Adapun sisa panen berikutnya di bulan Oktober hingga Januari yang dinamakan paceklik. Di mana panen masih ada, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bulanan pada waktu itu.
"Jadi misalnya, Oktober hingga Januari panen masih ada, nah kebutuhan konsumsi bulanan beras itu kan kira kira 2,5 juta per bulan. Nah di bulan bulan paceklik itu, hampir bisa dipastikan produksi itu tidak mencukupi konsumsi," jelasnya.
Meskipun, lanjutnya, terkadang mencukupi namun sebagian besar tidak akan mencukupi konsumsi. Maka itu, dengan irama tersebut, harga beras akan rendah saat panen raya, mulai naik panen gadu, dan tinggi di masa paceklik.
"Jadi kalau ngikutin siklus itu, jadi sekarang itu harga tinggi ya wajar saja. Karena memang ngikutin siklus dan kaitannya dengan pasokan permintaan, pasokannya terbatas permintaannya tetap," ujarnya.
Khudori mengatakan, meskipun kenaikan harga tidaklah besar dia mengingatkan untuk terus waspada. Sebab kenaikan harga beras akan menyedot belanja rumah tangga, karena pengeluaran masyarakat miskin terbesar ada pada beras.
"Kalau dari garis kemiskinan kira-kira 20 persen hingga 23 persen pengeluaran keluarga miskin itu untuk beras. Kalau harga beras naik itu artinya mereka harus merelokasi pengeluaran yang lain," imbuhnya. [tum]