WahanaNews.co | Kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng diprediksi bakal berpengaruh terhadap pendapatan negara.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mempertanyakan apakah pemerintah sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan. Pasalnya, larangan ekspor ini akan membuat pajak hilang.
Baca Juga:
ASITA: Perolehan Devisa Anjlok Gara-gara Visa Berbayar
"Apakah kebijakan-kebijakan soal pelarangan CPO ini sudah di konsultasi dengan kementerian keuangan? misalnya soal pajak yang hilang," tutur Bhima saat dihubungi, Kamis (28/4/2022).
Kemudian, apakah sudah dikonsultasikan dengan Bank Indonesia (BI) terkait dampak kepada devisa ekspor? Karena bagaimanapun juga, diterangkan Ekonom itu, CPO punya kontribusi dalam sebulan setara Rp43 triliun.
"Jadi kalau 12% dari total ekspor non migasnya hilang maka ini akan berdampak signifikan terhadap stabilitas nilai tukar dan akan mengakibatkan inflasi yang berasal dari sisi impor akan lebih tinggi," ungkapnya.
Baca Juga:
Panen Raya dan Ekspor Buah Mangga, Mendag: Komoditas Andalan Berpotensi jadi Sumber Devisa
Lebih lanjut, Bhima menuturkan, efek dari kebijakan ini akan merambat ke banyak hal. Seperti devisa negara, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), stabilitas nilai tukar rupiah, belum lagi jika Indonesia digugat WTO oleh negara-negara yang merasa dirugikan.
"Karena selama ini banyak negara mengimpor CPO ke Indonesia. Kemudian juga tidak ada kejelasan waktu kebijakan tersebut sampai kapan," sambungnya.
Dia menambahkan, kebijakan kilat itu merupakan kebijakan yang blunder khususnya bagi masyarakat yang bekerja sebagai petani kelapa sawit.
"Jadi banyak konsekuensi yang harusnya dipikirkan dulu sebelum kebijakan ini dikeluarkan. Ini kebijakan yang sangat salah dan sangat blunder apalagi bagi masyarakat sendiri khususnya masyarakat yang bekerja sebagai perkebunan kelapa sawit," jelasnya. [rsy]