WahanaNews.co | Masyarakat diimbau agar lebih berhati-hati saat membeli kemasan galon guna ulang agar penggunaannya tetap dalam batas aman.
Hal ini mengingat migrasi bahan kimia berbahaya, yaitu Bisphenol A (BPA) dari galon guna ulang ke dalam air mineral di dalamnya sangat mudah terjadi.
Baca Juga:
Bisnis AMDK Galon di Indonesia Dinilai Rugikan Konsumen
Pakar Polimer dan Material Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid menyebutkan risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan terjadi karena digunakan tidak sesuai aturan.
"Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dan waktu tertentu," kata Chalid dalam keterangan tertulis, Kamis(1/12/2022).
"Suhu dan waktu menjadi kunci terhadap pelepasan senyawa BPA dari galon polikarbonat ke air minum, potensinya terjadi saat transportasi galon dari sistem produksi ke konsumen, dan karena galon digunakan berulang-ulang. (Karena itu) Pelabelan tentang BPA menjadi penting untuk menjamin kesehatan konsumen," imbuhnya.
Baca Juga:
Konsumen Wajib Tahu! Bahaya BPA Dalam Kemasan Plastik, dan 5 Dampak Buruknya Bagi Kesehatan
Hal ini Chalid sampaikan dalam forum para pakar dan praktisi yang mengangkat tema 'Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen'. Diskusi ini digelar di Gedung Makara, Universitas Indonesia, Depok, Rabu (23/11) lalu.
"Masyarakat juga perlu mengambil sikap terbaik, di antaranya dengan mengenali produk kemasan yang digunakan dan agar menggunakannya dalam batas aman," lanjut Chalid.
Mengenai galon BPA bekas pakai, kata Chalid, hal itu terjadi karena sudah ada temuan yang mengkhawatirkan berdasarkan hasil survei BPOM di lapangan. Hal ini berbeda dengan senyawa Ethylene Glycol (EG) pada plastik kemasan sekali pakai dari jenis Polyethylene Terephthalate (PET) yang belum terbukti adanya peluruhan yang mencemari air minum di dalam kemasan galon PET.
"Jadi wajar saja galon polikarbonat jadi prioritas (untuk dipasangi label peringatan), karena berdasarkan hasil temuan BPA yang sudah ada," katanya.
Chalid menambahkan masyarakat awam sebenarnya tanpa disadari sudah biasa berinteraksi dengan bahan kimia BPA yang satu ini, mengingat penggunaannya luas dan digunakan untuk banyak hal dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai informasi, BPA adalah senyawa kimia yang tidak berwarna dan multiguna. Senyawa ini bisa digunakan sebagai bahan baku penolong (aditif) untuk pengenyal dan pengeras pada produk, seperti cat. BPA juga digunakan sebagai bahan baku utama pada pelapis dalam kemasan kaleng untuk minuman atau makanan, dan pada pelapis kertas termal.
"(Selain itu ) BPA pun biasa digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan bijih polikarbonat (PC), sebagai bahan baku untuk berbagai produk jadi seperti kemasan galon air minum, kaca helm, kaca partisi dan atap bening," kata Chalid.
Chalid menuturkan, adanya BPA dengan kemasan pangan adalah letak persoalannya. Pasalnya, BPA berurusan langsung dengan kesehatan manusia. Itu terjadi karena banyaknya wadah kemasan seperti galon bekas pakai dan pelapis dalam makanan atau minuman kaleng yang digunakan.
"BPA bisa terlepas karena peluruhan polikarbonat ke dalam air akibat suhu pada waktu tertentu," kata Chalid lagi.
Chalid memaparkan potensi mudahnya pelepasan BPA bisa terjadi pada banyak tahap pemrosesan kemasan galon air minum.
"BPA bisa terlepas karena suhu pada saat tahapan produksi," imbuhnya.
Hal lain yang juga sangat berpotensi meluruhkan BPA dari galon polikarbonat dan mencemari air di dalamnya, yakni saat menggunakan transportasi galon air minum dari sistem produksi hingga ke tangan konsumen.
"Tahapan ini pula yang memberikan potensi masalah dari terlepasnya BPA karena terjadi peluruhan di dalam galon guna ulang polikarbonat," paparnya.
Tak kalah penting, yang menjadi salah satu faktor terlepasnya BPA di dalam galon adalah penggunaan galon bekas pakai polikarbonat yang dilakukan berulang-ulang.
"Potensi masalah terbesar pelepasan BPA di dalam galon itu adalah pada berapa kali galon tersebut digunakan secara berulang oleh konsumen," tutur Chalid.
Cholid menambahkan, faktor lain yang berpotensi menyebabkan terjadinya pelepasan BPA adalah penggunaan limbah PC sebagai campuran bahan baku diproduksi berikutnya. Berbagai faktor inilah yang menyebabkan mengapa pelabelan galon BPA menjadi penting.
Untuk mencegah dampak negatif BPA secara meluas, Chalid mendorong semua pihak agar bersinergi dan berorientasi pada jaminan kesehatan konsumen, baik yang bersifat preventif maupun kuratif.
"Harus ada sinergi antara pemerintah, produsen, masyarakat dalam hal ini konsumen dan LSM, akademisi dan peneliti. Implementasi pelabelan (galon guna ulang) harus dilakukan dengan keterpaduan semua pihak terkait," tandasnya.
Meski demikian, Chalid juga mengimbau agar masyarakat mau lebih cermat dan peduli dengan galon guna ulang yang mereka beli rutin.
Kepedulian masyarakat dibutuhkan agar mereka lebih paham produk yang dibeli untuk menciptakan rasa aman.
Urgensi pelabelan senyawa BPA pada kemasan pangan di Indonesia dinilai harus dilakukan, seiring meningkatnya ketergantungan masyarakat pada air kemasan.
Studi mutakhir kesehatan air minum rumah tangga oleh Kementerian Kesehatan, disebutkan 4 dari 10 rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air kemasan dalam sehari-hari, baik berupa air kemasan, galon, maupun air kemasan botolan.
Kondisi tersebut juga didukung dengan masifnya produksi air kemasan yang mencapai 30 miliar liter per tahun 2022 dengan total penjualan total sebesar Rp 48 triliun.
Sebagai informasi, berdasarkan data statistik industri, terdapat 1,176 miliar galon yang beredar di pasar setiap tahun.
Dari jumlah tersebut, kemasan galon berbasis plastik polikarbonat mencakup lebih dari 80%.
Selebihnya merupakan galon berbasis plastik dari jenis PET. [rds]