WahanaNews.co | Setidaknya, muncul enam video yang memperlihatkan sosok pemimpin redaksi (pemred) media ternama menjadi endorser atau “bintang iklan” bagi produk PLN Mobile.
Sebut saja, misalnya, Uni Lubis yang kini menggawangi IDN Times, lalu Eko B Supriyanto (InfoBank), dan Erwin Ardian (Tribun Jateng).
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Bahkan, seorang Budi Setyarso pun, yang dikenal sebagai Pemred atau Direktur Tempo Media Grup, turut mengambil peran untuk mendongkrak popularitas dan reputasi aplikasi PLN Mobile tersebut.
Mereka hadir sebagai endorser dengan gaya testimoni.
Uni Lubis, yang sempat menduduki posisi pengurus di Dewan Pers selama dua periode, mengisahkan pengalamannya mendapatkan layanan lebih memuaskan melalui PLN Mobile.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Ia pun menyebut PLN Mobile sebagai sebuah super apps yang mempunyai 13 jenis layanan.
Maka, di ujung videonya, Uni menyarankan para pelanggan untuk segera mengunduh aplikasi PLN Mobile.
Fenomena tersebut, tak ayal, menjadi salah satu sorotan Tjokro TV lewat program Shelter CSW (Civil Society Watch) yang disampaikan presenter cantik, Rizka Putri, sebagaimana dilihat WahanaNews.co pada Rabu (22/6/2022) malam.
Menurutnya, masalah ini menjadi menarik dan penting karena selama ini media massa diharapkan menjadi kekuatan yang independen.
“Pertanyaannya, kalau para pemimpin redaksi media sudah menjadi bintang iklan, atau endorser produk tertentu, apakah kita bisa berharap media tersebut masih bersikap objektif dan netral?” kata Rizka Putri dalam tayangan Shelter CSW berjudul Para Pemimpin Redaksi Jadi Endorser PLN tersebut.
Jawaban untuk pertanyaan itu, lanjutnya, tentu sangatlah tak mudah.
“Media massa adalah lembaga dalam masyarakat demokratis yang diharapkan menjadi mata-telinga masyarakat. Jadi, kalau ada inovasi seperti PLN Mobile, wajar kalau media menyampaikannya kepada publik,” katanya.
Hal itu disebutnya merupakan salah satu alat untuk membantu memberi pengetahuan kepada masyarakat terkait informasi berbagai terobosan baru dari PLN.
“Tapi, idealnya, media menyampaikan informasi ini secara objektif dan netral. Sementara, apa yang ditampilkan para pemimpin redaksi ini jelas adalah sebuah iklan yang berformat testimoni,” katanya.
Artinya, belum pasti juga apakah pengalaman itu memang terjadi atau tidak.
“Mungkinkah para pemimpin redaksi itu hanya bicara sesuai dengan arahan PLN? Jadi, para pemred itu tidak memberikan penilaian yang jujur dan tulus,” sambungnya.
Mereka pun mempertanyakan, apakah setelah video-video testimoni itu, ada pesan dari PLN agar media hanya menyajikan gambaran yang bagus-bagus saja tentang PLN?
Menurutnya, kekhawatiran semacam ini bisa timbul karena yang muncul adalah pemimpin redaksi, yang di sebuah media punya posisi pengambilan keputusan tertinggi.
“Sederhananya, kalau pemred sudah terbeli, isi medianya pun bisa diarahkan si pemasang iklan,” katanya.
Namun, setelah mengungkapkan kekhawatirannya itu, Rizka Putri pun menyatakan keinginannya untuk berempati.
Dalam pandangannya, saat ini media memang sedang mengalami kesulitan.
Entah sudah berapa banyak media yang terpaksa harus tutup karena kesulitan ekonomi.
“Apalagi media online, yang tidak bisa mengharapkan pemasukan dari subscriber. Yang diandalkan hanyalah iklan. Tapi, iklan dalam bentuk yang biasa, sering juga dianggap tidak efektif, karena mengganggu kenyamanan pembaca atau penonton,” katanya.
Maka, media harus menawarkan terobosan-terobosan baru, termasuk gaya menampilkan pemred untuk meng-endorse produk seperti PLN Mobile tadi.
“Mungkin para pemred itu sendiri sebenarnya tidak nyaman. Tapi, agar bisa survive, hal semacam ini jadinya dimaklumi. Kalau mereka ngotot menolak bentuk-bentuk iklan semacam ini, bisa saja akhirnya mereka juga harus bangkrut,” katanya.
Di bagian akhir, Rizka menyatakan, media bisa saja menggantungkan hidupnya pada pemasukan lewat iklan sponsor semacam begitu.
Tapi, media tetap harus menempatkan kepentingan publik di atas segala-galanya.
“Misalnya, soal PLN Mobile tadi. Mempromosikan PLN Mobile tentu tidak akan merugikan kepentingan masyarakat. Yang jadi masalah, kalau kemudian media menutup-nutupi ketika ada masalah serius di PLN,” katanya.
Di era sekarang ini, ia mengaku banyak hal yang mungkin harus dimaklumi.
Di masa lalu, tampilnya pemred di iklam semacam begitu sangat mungkin bakal dikritik sebagai “pengkhianatan jurnalis”.
“Tapi, sekarang, marilah kita saling mengerti. Selama idealisme tidak terjual, izinkanlah para pemred menjadi bintang iklan,” pungkasnya. [yhr]