WahanaNews.co, Jakarta - Pendanaan untuk pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dinilai kurang menarik bagi investor. Padahal, program tersebut bara masuk dalam skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
Direktur Eksekutif Tenggara Strategics Riyadi Suparno mengatakan pendanaan pensiun dini PLTU batu bara sulit didapat dari bank komersial lantaran belum masuk dalam taksonomi hijau.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
"Pensiun dini batu bara itu masalahnya adalah pendanaan," kata Riyadi dalam media briefing di Jakarta Pusat, Selasa (22/08/23).
Dalam dokumen Centre For Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics dipaparkan pensiun dini PLTU bata bara masuk kategori 'merah' dalam taksonomi pembiayaan perbankan.
Walaupun tujuannya untuk pensiun dini PLTU, investor global cenderung enggan memasukkan aset berbasis bahan bakar fosil ke dalam portofolio mereka karena bisa berdampak buruk bagi citra mereka.
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
Riyadi menjelaskan pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya meyakinkan negara-negara di Asia Tenggara untuk mengubah taksonomi investasi untuk pensiun dini PLTU.
Dalam ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance versi 2.0 yang diterbitkan Maret lalu, pensiun dini PLTU diklasifikasikan sebagai aktivitas ekonomi 'hijau' atau 'kuning'.
"Jadi sekarang di ASEAN untuk pensiun (PLTU) sebelum 2040 itu hijau, antara 2040-2050 masuk kuning. Jadi itu usaha Indonesia," katanya.