WahanaNews.co | Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan, pemerintah perlu memperhatikan kaidah ilmiah atau empat pilar dalam pengembangan pertanian skala luas.
Keempat pilar ini tak dapat satu saja diabaikan jika ingin berhasil dalam pertanian skala luas dalam hal ini pelaksanaan food estate. Di antaranya kesesuaian atau kelayakan tanah dan agroklimat, kesesuaian infrastruktur, kelayakan budidaya dan teknologi, serta kelayakan sosial-ekonomi.
Baca Juga:
TMMD di Kukar Tingkatkan Produksi Padi Sawah 196,9 Hektare di Kerta Buana
"Tidak ada mana yang lebih penting tapi semua penting. Satu saja tidak dipenuhi ya pasti akan gagal," kata Dwi kepada Kontan.co.id, Selasa (12/4).
Misalnya saja dari segi kesesuaian infrastruktur pada lahan yang akan ditanami padi, jika jaringan irigasi tidak maksimal maka dapat dipastikan produktivitas akan gagal.
Kemudian di sisi teknologi dan budidaya perlu memperhatikan varietas-varietas dan pupuk yang cocok dengan lahan yang akan ditanami.
Baca Juga:
Rencana Cetak Sawah 500 Ribu Ha, Mentan Amran Tinjau Lokasi Eks PLG di Kalteng
"Sisi sosial-ekonomi bagaimana lahan bagaimana hak ulayat lalu terkait kepemilikan lahan di sana kalau itu pemerintah bisa menyelesaikan, lalu sosial juga tenaga kerja ada ngga petani di sana," imbuhnya.
Dwi menjelaskan, memang terjadi penurunan lahan-lahan pertanian. Maka untuk menghadapi hal tersebut perlu menggunakan strategi dengan memaksimalkan lahan-lahan kering yang ada melalui intensifikasi.
Jika program food estate masih ingin didorong pemerintah, maka Dwi menyarankan untuk mencari lahan-lahan kecil yang sesuai dengan empat pilar tadi. Dari lahan-lahan kecil tersebut akan menjadi penggerak bagi lahan-lahan disekitarnya.
"Persyaratannya penuhi empat pilar tadi, air bisa dikelola dengan baik ada varietas yang cocok, ada petaninya dan produksinya juga bisa lebih dari 4 ton per hektar udah konsentrasi aja ke situ. Nanti itu jadi titik-titik pengembangan yang perlahan-lahan bisa mempengaruhi wilayah-wilayah sekitarnya," jelasnya.
Adapun jumlah petani yang ada saat ini juga menjadi tantangan ke depannya. Maka untuk menggerakkan para petani dalam memaksimalkan lahan pertanian secara luas dalam hal in food estate, maka pemerintah perlu meningkatkan luasan penguasaan lahan bagi petani.
"Misalnya satu rumah tangga petani diberi lahan 10 hektare. Sebagian bisa untuk sawit sebagian untuk lahan tanaman pangan. Karena sawit ini biaya perawatan tidak seintensif pangan. Atau bisa di mixed misal jeruk nanas jadi bukan hanya misal padi saja," ungkapnya.
Dwi menilai program food estate pemerintah saat ini masih termasuk gagal atau mengulang kegagalan yang sama di 25 tahun terakhir dalam kaitannya food estate.
"Kalau saya tegas jawab food estate itu mengulang kegagalan yang sama di 25 tahun terakhir. FE Kalteng di lokasi Kementan bukan proyek FE lama itu lokasi transmigrasi jadi sudah stabil kondisi sosial ekonomi dan lahan stabil. Sehingga sudah berhasil sudah lama, sekarang itu intensifikasi di situ. Tapi FE di blok A2, A5 yang eks lahan gambut itu gagal, kami tahu karena kami ini pelaku. Itu produksi dibawah 1 ton sehektar rata-rata," ungkapnya.
Senada dengan Dwi, Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Medan Posman Sibuea mengatakan secara umun food estate belum bisa dikatakan berhasil.
"Semuanya belum menggembirakan hasilnya. Padahal tujuannya sangat baik untuk memperkuat kedaulatan pangan," jelasnya.
Maka ke depan Posman menyarankan agar pemerintah harus lebih memperbanyak pelibatan para petani lokal dalam meningkatkan produktivitas dari food estate.
"Ke depan harus melibatkan petani lokal dan mereka diberi sapras yang baik untuk mendukung sistem pertanian," paparnya.
Selain itu, tantangan di sektor pertanian pangan ke depan ialah, bagaimana Pemerintah mampu menyiapkan ketersediaan SDM pertanian yang bermutu. Maka Posman menegaskan sudah waktunya untuk melibatkan generasi milenia mengusung teknologi yang mumpuni di sektor pertanian.
Selain itu, ketersediaan pupuk dan benih unggul juga harus dipastikan pemerintah dalam menghadapi tantangan sektor pertanian ke depan. "Pemerintah harus menindak tegas mafia pupuk yang mempermainkan masa depan petani," tegasnya. [qnt]