WahanaNews.co | Penurunan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 menjadi 1,65 persen merupakan capaian positif dan disebabkan dua faktor.
"Pencapaian defisit APBN 2023 yang merupakan yang terendah kalau tidak salah dari sejak 2011. Itu merupakan capaian positif," ujar Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet dikutip dari Antara, Rabu (3/1/2024).
Yusuf menjelaskan penurunan defisit APBN 2023 disebabkan oleh dua faktor, yaitu penurunan belanja dan peningkatan penerimaan.
Baca Juga:
Kanwil DJPb Sulteng: Kinerja APBN hingga Oktober 2024 Alami Pertumbuhan Positif
Belanja negara pada 2023 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan 2022, sementara penerimaan negara masih cenderung positif meskipun di tengah penurunan harga komoditas.
"Alokasi belanja di 2023 memang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan 2022," jelas Yusuf.
Namun demikian, Yusuf mengingatkan penurunan defisit APBN tidak boleh hanya mengejar target 100 persen belanja, tetapi juga memperhatikan kualitas belanjanya.
"Kualitas belanja yang baik harus diukur dari outcome-nya, bukan hanya realisasinya," ujar Yusuf.
Yusuf mencontohkan belanja APBN untuk mitigasi dampak el Nino atau penyaluran transfer ke daerah dan dana desa harus diukur efektivitasnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga:
Realisasi Anggaran Pendidikan Hingga Oktober 2024 Capai Rp463,1 Triliun
Dia juga mengingatkan pemerintah perlu mewaspadai peningkatan ruang belanja untuk pembayaran beban bunga utang.
Hal tersebut karena ruang belanja pemerintah cenderung terbatas, sementara kebutuhan belanja untuk berbagai pos, seperti belanja bantuan sosial (bansos), subsidi, dan belanja modal, juga terus meningkat.
"Peningkatan belanja beban bunga utang kan tentu akan berpotensi menurunkan ruang belanja untuk pos-pos di luar belanja beban bunga utang tersebut," ungkap Yusuf.
Selain itu, Yusuf juga menilai tren suku bunga yang tinggi akan ikut memengaruhi ruang belanja untuk pembayaran bunga utang di kemudian hari.
"Imbal hasil yang ditawarkan akan lebih tinggi dan potensi pembayaran bunga utang lebih tinggi juga bisa terjadi," jelas Yusuf.
Dengan demikian Yusuf berharap pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk menekan beban bunga utang, seperti meningkatkan penerimaan negara dan efisiensi belanja.
"Pemerintah juga perlu menyusun skema pembiayaan utang yang lebih aman dan berkelanjutan," tutup Yusuf.