WahanaNews.co | Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan penyesuaian harga DMO berpotensi merugikan negara.
Abra mengatakan jika asumsi harga DMO batu bara mencapai USD 150 per ton, maka ada potensi tambahan belanja subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah bisa mencapai Rp 22,9 triliun serta peningkatan belanja kompensasi mencapai Rp 68,7 triliun.
Baca Juga:
Pemerintah Berencana Tingkatkan DMO Batu Bara, Ini Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik
Seiring sejalan, bila asumsi harga DMO batu bara mencapai USD 150 per ton maka potensi tambahan keuntungan ( windfall profit) pengusaha batubara hingga Rp 37,7 triliun.
"Artinya secara total subsidi dan kompensasi terdapat tambahan Rp 91,6 triliun anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah apabila dilakukan kenaikan harga DMO batu bara hingga USD 150 per ton. Jadi pengusaha yang paling diuntungkan dari kebijakan ini," ujar dia, Kamis (30/12/2021).
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah tengah mengkaji perubahan batas harga batu bara Domestic Market Obligation (DMO) di beberapa sektor, termasuk kelistrikan.
Baca Juga:
Kejar Target DMO, Pemerintah Tetapkan Harga Batu Bara
Penyesuaian harga DMO batu bara khusus di kelistrikan dikhawatirkan berpotensi menambah belanja subsidi dan kompensasi pemerintah hingga Rp 91,6 triliun.
Adapun bila mengacu pada pasar, harga DMO batu bara diperkirakan akan naik menjadi rata-rata USD 150 per ton pada 2022. Dari saat ini harga DMO batu bara pembangkit listrik PT PLN (Persero) dipatok maksimal sebesar USD 70 per ton.
Adapun, potensi tambahan pendapatan negara dari PNBP, PPN, dan PPh pada harga DMO USD 150 per ton mencapai Rp 47,9 triliun.
Dengan demikian, potensi pendapatan negara jauh lebih rendah dibandingkan potensi tambahan kenaikan belanja subsidi listrik dan kompensasi dengan selisih Rp 43,7 triliun.
Menurut dia, pelepasan harga DMO batu bara juga berdampak langsung terhadap kenaikan biaya produksi listrik, dengan faktor penentu adalah energi primer berupa batu bara.
"Artinya potensi kerugian akan jauh lebih besar bagi PLN. Apalagi biaya pembelian batu bara terhadap total beban usaha PLN cukup signifikan, rata-rata mencapai 15,4 persen per tahun dalam 4 tahun terakhir," jelas dia.
Dia mengingatkan jika batu bara masih sangat diperlukan untuk penyediaan ketenagalistrikan di Tanah Air.
"Artinya pemerintah tidak boleh juga latah ingin mendapatkan pendapatan dari batu bara secara jangka pendek, tetapi di sisi lain mempunyai dampak sangat serius," tambahnya.
Aktivitas pekerja saat mengolah batu bara di Pelabuham KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis 33,24 persen atau mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengevaluasi batas harga patokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri.
Direktur Penerimaan Minerba Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menuturkan evaluasi Domestic Market Obligation atau harga DMO batu bara untuk sektor kelistrikan, semen, hingga pupuk.
"Batubara untuk PLN atau pembangkit itu dicaping USD 70 maupun semen dan pupuk yang di-capping USD 90 itu akan terus dilakukan kajian," jelas dia, seperti dikutip Kamis (23/12/2021).
Adapun pemerintah mengatur harga jual batu bara sejak 2018. Langkah ini demi memberikan kepastian harga bagi penyediaan listrik nasional. Pada awal 2021, pemerintah menetapkan DMO 25 persen dari total produksi tahunan.
Dia mengatakan jika mengacu pada aturan menteri, DMO batu bara harus terus dilakukan evaluasi. Adapun saat ini, DMO batu bara di pembangkit sebesar USD 70 per ton dan industri semen serta pupuk USD 90 per ton.
"Demikian juga dengan pupuk dan semen yang dikepmenkan itu ketiganya terus akan dilakukan evaluasi secara terus menerus," jelas dia.
Dikatakan evaluasi perlu agar apa yang menjadi kewajiban perusahaan maupun pemerintah di dalam pelayanan langsung kepada masyarakat yang berhubungan dengan subsidi secara keseluruhan untuk masyarakat itu bisa dilakukan dengan berimbang.
"Artinya bahwa perusahaan juga harus memberikan kewajibannya, tapi pelayanan pemerintah kepada masyarakat juga dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga yang tadi batubara untuk PLN atau pembangkit itu dicaping USD 70 maupun semen dan pupuk yang di capping USD 90 itu akan terus dilakukan kajian,"jelas dia. [rin]