WahanaNews.co | PT PLN (Persero) sukses mengimplementasikan teknologi co-firing sejak 2020 hingga Mei 2022 terhadap 32 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tanah Air.
Teknologi co-firing ini tak hanya bisa mengurangi emisi karbon, tetapi juga turut melibatkan masyarakat untuk bisa mengolah sampah, maupun tanaman energi sehingga perekonomian masyarakat ikut terangkat.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
32 lokasi komersial program co-firing di antaranya tersebar pada 13 lokasi PLTU di Jawa, 6 PLTU di Kalimantan, 4 PLTU di Sumatera, 5 PLTU di Sulawesi, 2 PLTU di Nusa Tenggara Timur dan 2 PLTU di Nusa Tenggara Barat.
Dari hasil co-firing ini, PLN dapat memproduksi listrik hijau setara 487 megawatt hours (MWh) dalam upaya mencapai target bauran energi 23 persen pada 2023.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menyampaikan PLN menargetkan ada 35 PLTU yang akan memakai teknologi co-firing pada akhir tahun ini.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Adapun kebutuhan biomassa untuk co-firing sepanjang 2022 sebanyak 450 ribu ton, dengan target pengurangan emisi 340 ribu ton CO2.
"Program co-firing merupakan salah satu upaya jangka pendek yang dilakukan PLN dalam mengurangi emisi karbon. Hal ini dikarenakan program co-firing tidak memerlukan investasi untuk pembangunan pembangkit baru," tutur dia.
Hingga 2025, PLN menargetkan program co-firing dilakukan di 52 lokasi PLTU dengan total kapasitas 18.154 megawatt (MW) dengan kebutuhan biomassa 10,2 juta ton per tahun.
Untuk menjaga keberlangsungan pasokan biomassa, PLN telah merintis pembangunan rantai pasok melalui program pendampingan, pilot project pengembangan skala kecil sampai dengan komersialisasi biomassa yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Bagi PLN, lanjut dia, co-firing bukanlah upaya untuk mengurangi emisi saja. Melalui pemberdayaan masyarakat, teknologi co-firing ini juga mengajak masyarakat terlibat aktif dalam penanaman tanaman biomassa bahkan ada pula yang mengelola sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pelet sebagai bahan bakar pengganti batu bara.
“Jadi PLN bukan semata-mata menerapkan teknologi ini untuk mengurangi emisi saja. PLN sadar ada unsur ekonomi sirkular yang bisa membentuk ekosistem energi kerakyatan, di mana listrik ini dihasilkan dari kontribusi rakyat dan dinikmati kembali oleh rakyat,” imbuh Darmawan. [qnt]