James menjelaskan, penggunaan listrik tidak hanya untuk penerangan di area green house, tetapi juga untuk sistem penyiraman berbasis pompa air listrik dan pengoperasian peralatan pertanian lain yang mendukung proses budidaya.
Potret kebun bunga krisan atau chrysanthemum milik Ketua Kelompok Tani Krekleli, James Mogi di Desa Kakaskasen II, Kota Tomohon, Sulawesi Utara yang memanfaatkan program Electrifying Agriculture dalam proses budidayanya. Sejak menggunakan listrik, hasil panen meningkat signifikan hingga 90 persen.
Baca Juga:
PLN Resmikan SPKLU Center Yogyakarta, Perkuat Infrastruktur Mobilitas Hijau di Tanah Air
“Sekarang kami pakai listrik daya 5.500 VA (voltampere), cukup untuk penerangan dan pompa air. Biaya listriknya sekitar Rp600 ribu per bulan, tapi hasil panen bisa mencapai Rp15 juta. Dulu sebelum ada bantuan PLN, penghasilan kami hanya sekitar Rp5 juta,” tambahnya.
Kelompok Tani Krekleli yang beranggotakan 10 petani ini juga telah merasakan manfaat ekonomi yang lebih luas.
Selain memenuhi permintaan lokal dari Kota Tomohon yang dikenal sebagai Kota Bunga, kelompok ini bahkan sempat menembus pasar ekspor ke Singapura.
Baca Juga:
SNI FABA Resmi Ditetapkan, PLN Dorong Pemanfaatan Limbah PLTU Jadi Aset Bernilai Ekonomi
“Waktu itu kami sempat ekspor sedikit ke Singapura. Bunga dari Tomohon diterima karena kualitasnya sangat baik,” kata James.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan bahwa program EA merupakan bagian dari strategi PLN dalam mendorong transisi energi yang berkelanjutan, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.
“PLN tidak hanya menghadirkan listrik sebagai kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai penggerak produktivitas ekonomi rakyat. Melalui EA, kami membantu petani mengadopsi teknologi modern berbasis listrik yang efisien, ramah lingkungan, dan mampu meningkatkan nilai tambah hasil pertanian,” ujar Darmawan.