WahanaNews.co, Jakarta - Kinerja Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 tercatat di level 54,2, atau meningkat dari bulan sebelumnya yang mencapai 52,7.
Hal ini menunjukan aktivitas manufaktur Indonesia terus melanjutkan tren ekspansif dalam 31 bulan berturut-turut. Impresifnya kinerja manufaktur tersebut didorong oleh tingkat permintaan dalam negeri dan pembelian barang input untuk memacu aktivitas produksi sebelum Idulfitri.
Baca Juga:
Pelindungan Konsumen Sistem Pembayaran
Secara keseluruhan, sentimen pada sektor manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2024 tetap positif di tengah harapan akan kondisi pasar yang lebih kuat dan stabilitas harga yang lebih baik.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa terdapat beberapa negara mitra dagang Indonesia yang juga mencatatkan kinerja manufaktur yang ekspansif, diantaranya India (59,2) dan Amerika (52,5). Sementara, PMI manufaktur di negara-negara tetangga seperti Malaysia (48,4), Thailand (49,1), dan Vietnam (49,9) masih mengalami kontraksi.
“Jika dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, yang mengalami kontraksi, kinerja manufaktur indonesia yang masih ekspansif menunjukkan resiliensi ekonomi nasional di tengah peningkatan risiko global. Capaian ini akan terus kami jaga melalui berbagai dukungan kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan antisipasi terhadap risiko global,” ujar Febrio.
Baca Juga:
Menuju Satu Dekade Memberi Manfaat, Pemerintah Terus Dorong KUR untuk Usaha Produktif
Selanjutnya, inflasi di bulan Maret 2024 tercatat masih terkendali yakni sebesar 3,05 persen (yoy) meskipun meningkat dari bulan Februari sebesar 2,75 persen (yoy). Peningkatan ini dipengaruhi oleh kenaikan harga dari sebagian besar komoditas pangan pada masa Ramadan. Secara historis, pada masa Ramadan dan Idul Fitri terjadi peningkatan permintaan musiman yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga.
Namun, masih terus berlanjutnya kenaikan harga pangan menjadi hal yang terus diwaspadai oleh Pemerintah. Inflasi pangan bergejolak (volatile food) bergerak meningkat menjadi 10,33 persen (yoy), dari 8,47 persen (yoy) pada Februari 2024.
Peningkatan ini didorong oleh naiknya harga komoditas, seperti beras, daging dan telur ayam ras, cabai merah, dan bawang putih. Di tengah produksi pangan yang terkendala dan mundurnya panen raya, Pemerintah terus mengupayakan stabilisasi pasokan dan harga untuk menjamin akses pangan masyarakat.
Inflasi inti pada Maret 2024 juga turut mengalami peningkatan sebesar 1,77 persen (yoy), atau sedikit lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 (1,68 persen yoy). Beberapa kelompok pengeluaran mengalami peningkatan, diantaranya makanan, penyediaan makanan/minuman, perawatan pribadi, pendidikan, dan kesehatan.
Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) turun menjadi 1,39 persen (yoy), dari 1,67 persen (yoy) di Februari 2024. Meskipun cukup rendah namun tekanan inflasi pada sektor transportasi tetap perlu diwaspadai seiring dengan peningkatan mobilitas saat musim mudik lebaran.
“Pemerintah akan terus berupaya memitigasi risiko gejolak pada masa Ramadan dan Idulfitri, terutama dalam mengendalikan harga pangan dan tarif transportasi. Stabilisasi pasokan terus dilakukan untuk menjaga kecukupan stok domestik dan keterjangkauan harga, antara lain melalui operasi pasar dan pasar murah, percepatan pengadaan impor, relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras dan penyaluran beras SPHP, serta melakukan koordinasi pengendalian inflasi HBKN di seluruh daerah.
Inflasi diharapkan dapat melandai seiring koreksi harga pasca HBKN dan dukungan kebijakan stabilisasi harga pangan yang terus konsisten dilakukan oleh pemerintah,” tutup Febrio. Demikian dilansir dari laman kemenkeugoid, Selasa (2/4).
[Redaktur: Alpredo Gultom]