WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kekhawatiran mulai bermunculan di kalangan pelaku usaha dan pengamat ekonomi soal dampak kebijakan tarif impor Amerika Serikat terhadap produk asal China.
Kebijakan ini bukan hanya memukul daya saing Beijing di pasar AS, tapi juga membuka peluang limpahan produk murah ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga:
Trump Resmi Kenakan Tarif Impor 32 Persen untuk Produk Indonesia, Berlaku 1 Agustus
Selasa (22/7/2025), Head of Corporate Banking UOB, Edwin Kadir, menyampaikan kekhawatirannya bahwa banjir produk China ke pasar domestik bukan sekadar isu spekulatif, tetapi sudah mulai menunjukkan gejala nyata.
"Indonesia menjadi salah satu target utama karena dianggap menjanjikan sebagai lokasi distribusi produk massal," ujar Edwin dalam forum diskusi UOB Media Editor Circle.
Amerika Serikat saat ini memberlakukan tarif impor terhadap produk China sebesar 30 persen. Sebelumnya, tarif sempat menyentuh angka 145 persen dalam putaran negosiasi sebelumnya.
Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Kebijakan Untuk Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Terjaga
Kondisi ini membuat produsen China terdesak mencari alternatif pasar yang lebih terbuka dan strategis.
Indonesia, dengan pasar konsumsi yang besar dan biaya distribusi relatif rendah, menjadi salah satu sasaran utama.
Edwin menilai, situasi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan jika Indonesia mampu mengelola banjir produk dengan memperkuat sektor produksinya sendiri.
Ia pun menyatakan dukungannya terhadap berbagai inisiatif pemerintah yang bertujuan meningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja baru.
"Kalau Indonesia bisa jadi bagian dari rantai produksi, itu justru menguntungkan. Salah satu pilihan paling ideal adalah membangun pabrik di Indonesia untuk mengurangi beban transportasi dan mencapai efisiensi," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri, Aviliani.
Ia memperingatkan bahwa pemerintah Indonesia tidak boleh hanya fokus pada hubungan bilateral AS-China semata, tetapi juga harus memantau bagaimana negara-negara lain merespons situasi tersebut.
"Perhatikan dampak dari negara lain dalam menyikapi tarif. China, tarifnya tinggi, akan menjadikan Indonesia pasar," kata Aviliani.
Dari sisi pemerintah, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menegaskan bahwa kebijakan tarif timbal balik antara AS dan Indonesia juga masih dalam proses penyempurnaan
Ia menyebut tarif impor sebesar 19 persen baru akan mulai diberlakukan pada awal Agustus mendatang.
"Minggu ini masih ada negosiasi, sebelum ada joint statement tarif yang berlaku MFN plus baseline 10 persen," kata Susiwijono.
Situasi ini menjadi panggilan penting bagi Indonesia untuk segera merumuskan strategi jangka menengah dan panjang dalam menghadapi perubahan geopolitik dagang global.
Di satu sisi, peluang masuknya investasi manufaktur dari China bisa mendongkrak perekonomian. Namun di sisi lain, tanpa proteksi dan strategi industri yang tepat, banjir produk asing justru bisa menggerus kekuatan pasar domestik.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]