WahanaNews.co | Pemerintah Indonesia siap mengajukan banding dalam sengketa larangan ekspor bijih nikel. Hal ini menyusul kekalahan Indonesia terhadap gugatan Uni Eropa dalam putusan panel di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang dicatat dalam sengketa DS 592.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Buka Suara, Soal Tudingan AS Ada Kerja Paksa di Industri Nikel RI
Dengan demikian, Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).
Adapun final panel report tersebut sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022.
"Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga Pemerintah akan melakukan banding," ungkap Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (21/11/2022)
Baca Juga:
Balai Kemenperin di Makassar Dukung Pemerataan Ekonomi Wilayah Timur
Selain itu, kata Arifin, pemerintah juga akan mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral (nikel) dengan mempercepat proses pembangunan smelter. Adapun final panel report tersebut berisi beberapa poin penegasan.
"Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994."
Berikutnya, menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.