WAHANANEWS.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah pada Selasa (2/9/2025) menunjukkan stabilitas setelah sempat tertekan akibat sentimen aksi unjuk rasa.
Kurs rupiah tercatat berada di posisi Rp16.400 per dolar AS, dan Bank Indonesia (BI) terus berupaya memperkuatnya lebih lanjut.
Baca Juga:
Rupiah Kembali Terseok, Dolar AS Tembus Rekor Tertinggi Tahun Ini
“Rupiah yang kemarin pagi pernah mencapai Rp16.560, alhamdulillah, hari ini kami bisa stabilkan ke Rp16.400. Kami akan berusaha untuk lebih rendah lagi kembali ke Rp16.300 dan lebih kuat lagi,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat kerja bersama DPD RI di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Sebelumnya, pada Jumat (29/8/2025) sore, nilai tukar rupiah ditutup melemah sebesar 147 poin atau 0,90 persen ke level Rp16.500 per dolar AS, dibandingkan posisi penutupan sebelumnya di Rp16.353 per dolar AS.
Perry menegaskan bahwa BI terus menjaga stabilitas di berbagai aspek ekonomi, termasuk nilai tukar, sektor moneter, dan pasar keuangan nasional.
Baca Juga:
Gawat, Tahun Ini Dolar AS Tembus Rekor Tertinggi!
"Likuiditas telah ditingkatkan dan kondisi pasar keuangan berjalan baik. Stabilitas sistem keuangan juga terjaga melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," ujar Perry.
Ia juga menjelaskan bahwa kekuatan eksternal Indonesia tetap terjaga, dengan rupiah yang terus menunjukkan tren stabil dan menguat.
Faktor yang mendukung di antaranya adalah surplus neraca perdagangan yang berkesinambungan, masuknya arus modal asing, serta posisi cadangan devisa yang kuat, kini mencapai 152 miliar dolar AS.
Dalam menjaga nilai tukar rupiah, BI juga melakukan intervensi aktif, baik melalui instrumen Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri, maupun melalui pasar domestik dengan transaksi spot dan Domestic NDF (DNDF).
"Komitmen BI adalah menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil dan bergerak menguat, sejalan dengan fundamental ekonomi yang membaik, surplus neraca perdagangan yang berlanjut, aliran modal asing yang terus masuk, serta cadangan devisa yang tetap memadai," tegas Perry.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]