WahanaNews.co | Mahalnya harga kedelai membuat perajin tahu tempe menjerit, lantaran biaya produksi semakin tinggi.
Sayangnya, tingginya harga kedelai ini sulit dihindari. Lantaran, Indonesia tergantung pada kedelai impor.
Baca Juga:
Kunjungi Lampung, Mendag Hadiri Gerakan Tanam Kedelai di Tanggamus
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menjelaskan, kebutuhan kedelai di tanah air 3 juta ton per tahun. Sementara, produksi dalam negeri hanya 20%.
"Kalau saya lihat dari data, kebutuhan kita 3 juta ton itu hanya bisa dipasok 20% dari dalam negeri. Dan bahkan untuk tahun ini dari BKP menyatakan, BKP itu Badan Ketahanan Pangan di Kementerian Pertanian, produsi kita itu hanya 10%, jadi 90% nya impor," terangnya, Minggu (20/2/2022).
Dengan tingginya angka impor, kata dia, membuat harga kedelai tidak bisa dikendalikan.
Baca Juga:
Turunkan Harga Kedelai, Mendag Ganti Selisih Harga
"Jadi kedelai ini tergantung sepenuhnya pada produk impor yang harganya nggak bisa kita kendalikan," ujarnya.
Oke melanjutkan, Indonesia rata-rata mengimpor 2,6 juta ton kedelai. Sisanya, sekitar 400 ribu ton dipasok dari dalam negeri. Itu pun jika tidak terjadi penurunan produksi.
Oke menambahkan, kebanyakan petani sendiri menjadikan kedelai sebagai tanaman sela untuk memperbaiki unsur hara tanah.
"Kebanyakan para petani kedelai selain lahannya kecil, tanamannya juga tanaman sela, untuk memperbaiki unsur hara tanah, setelah nanam padi sekian lama, setelah nanam apa sekian lama, baru satu musimnya pakai kedelai," ujarnya.
"Jadi produksi kedelai ini nggak masif, kalau kita mau swasembada kedelai harus dibuat produksi yang bagus lah dengan mekanisasi dan sebagainya," ujarnya. [rin]