WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah tengah mengkaji pengembangan infrastruktur transportasi umum berbasis perkeretaapian di wilayah Jabodetabek.
Selain melanjutkan proyek MRT yang saat ini hanya mencapai Lebak Bulus dan LRT yang berhenti di Harjamukti, pemerintah kini mempertimbangkan moda transportasi baru berupa kereta gantung atau skytrain, bukan MRT maupun LRT.
Baca Juga:
Transportasi Umum dan Konservasi Energi, Mengelola Kawasan Perkotaan Jabodetabek
"Skytrain dipilih karena biaya pembangunannya jauh lebih murah, hanya sekitar sepertiga dari LRT," ungkap Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI, Mohamad Risal Wasal, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Minggu (9/3/2025).
Lebih rendahnya investasi diharapkan menarik minat investor. Risal mengungkapkan bahwa sejauh ini sudah ada empat investor asing yang menunjukkan ketertarikan terhadap proyek ini, yakni dua dari China, serta masing-masing satu dari Belarus dan Jerman.
Saat ini, pemerintah masih melakukan kajian terhadap tawaran investasi dari masing-masing pihak, termasuk menghitung total nilai investasi yang dibutuhkan. Risal memberikan gambaran mengenai besaran investasi proyek ini.
Baca Juga:
Proyek LRT Gantung Batam Jadi Incaran Singapura, Malaysia, dan China
"Biaya per kilometernya sekitar Rp238 miliar, karena proyek ini tidak memerlukan banyak pembebasan lahan," ujarnya.
Investasi tersebut sudah mencakup pembangunan jalur serta rangkaian kereta. Satu gerbong diperkirakan mampu menampung sekitar 125 penumpang, dengan beberapa rangkaian gerbong dalam satu skytrain.
Berbeda dengan MRT atau LRT yang ditopang jalur layang (elevated) dan membutuhkan lahan luas untuk konstruksi tiang dan depo, skytrain dapat dibangun lebih cepat dan efisien.
"Hanya butuh enam bulan untuk menyelesaikan proyek ini," tambah Risal.
Rencananya, skytrain akan menjadi feeder bagi MRT dan LRT. Jalur yang dikaji meliputi MRT Lebak Bulus menuju BSD serta Harjamukti menuju Sentul.
Negara-negara Pengguna Skytrain
Konsep skytrain pertama kali muncul sebagai solusi transportasi massal di kota-kota besar yang menghadapi kemacetan tinggi dan keterbatasan lahan.
Salah satu proyek skytrain pertama di dunia adalah Wuppertal Schwebebahn di Jerman, yang telah beroperasi sejak tahun 1901.
Di era modern, selain Indonesia yang sudah mengoperasikan skytrain di Bandara Soetta, beberapa negara telah sukses mengembangkan sistem skytrain sebagai bagian dari transportasi massal mereka, di antaranya:
• Thailand: Bangkok Skytrain (BTS) mulai beroperasi pada 1999 dan menjadi solusi transportasi bagi ibu kota yang terkenal macet.
• Kanada: Vancouver SkyTrain, diresmikan pada 1985, menjadi salah satu jaringan skytrain otomatis pertama dan tersukses di dunia.
• Amerika Serikat: Miami Metromover adalah sistem skytrain yang sudah melayani warga Miami sejak 1986.
China: Kota Chongqing memiliki Monorail Line 2, yang merupakan bagian dari sistem transportasi canggih dengan konsep skytrain.
• Jepang: Beberapa kota besar seperti Tokyo dan Osaka mengembangkan monorel dan skytrain untuk meningkatkan konektivitas transportasi umum.
Dengan berbagai keunggulan, proyek skytrain di Jabodetabek berpotensi menjadi solusi transportasi cepat, hemat biaya, dan ramah lingkungan bagi masyarakat.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]