WahanaNews.co, Jakarta - Pertemuan Sherpa ke-2 Presidensi G20 Afrika Selatan telah dilaksanakan pada 3-4 April 2025 secara virtual. Pertemuan ini diselenggarakan dengan agenda utama membahas perkembangan substansi dari 15 Working Groups dan 3 Task Forces di bawah Sherpa Track serta melakukan review awal terhadap inisiatif G20@20.
Pertemuan yang dipimpin Sherpa G20 Afrika Selatan Zane Dangor itu dihadiri Sherpa 21 ekonomi Anggota G20, 9 negara undangan yaitu Aljazair, Belanda, Irlandia, Mesir, Nigeria, Norwegia, Uni Emirat Arab, Spanyol, dan Singapura, serta 17 organisasi internasional.
Baca Juga:
RI Ajak ASEAN Lakukan Negosiasi Bersama untuk Hadapi Amerika Serikat
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Deputi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi, selaku Sherpa G20 Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, Deputi Edi didampingi oleh Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral Kemenko Perekonomian Ferry Ardiyanto, dan Direktur Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri Tri Purnajaya, selaku Co-Sous Sherpa G20 Indonesia.
Dalam sesi plenary, Deputi Edi menekankan pentingnya kepemimpinan yang bertanggung jawab dalam menavigasi transformasi struktural dan merespons krisis global.
“Saat ini, kita dihadapkan pada tantangan besar lainnya. Kepemimpinan yang mampu mengarahkan transformasi struktural dan menghadapi krisis akan menjadi sorotan dunia internasional, khususnya dalam menanggapi gangguan perdagangan dan ketidakstabilan global,” ungkap Deputi Edi.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Indonesia dan Turkiye Harus Jadi Kekuatan Positif Dunia Islam dan Global South
Pertemuan ini juga bertujuan untuk menyelaraskan pandangan strategis menjelang pertemuan putaran kedua Working Groups dan Pertemuan Tingkat Menteri (PTM). Di tengah tantangan terhadap kerja sama multilateral dan sistem internasional berbasis peraturan, para Sherpa menyampaikan komitmen kuat untuk memastikan G20 tetap menjadi jangkar stabilitas global di tengah tantangan yang semakin kompleks.
G20 merupakan forum utama kerja sama ekonomi global yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengantisipasi dan mengelola spillover effect dari ketidakpastian global yang dapat berdampak pada perekonomian dunia.
“Saat ini terdapat kecenderungan masing-masing negara bertindak sendiri, melemahnya koordinasi multilateral, dan meningkatnya unilateralisme yang terfragmentasi. G20 tentunya perlu mendorong perlindungan terhadap pasar terbuka dan menolak proteksionisme, yang mana hal ini menjadi krusial dalam menjaga stabilitas global,” tegas Deputi Edi.
Sebagai bagian dari solusi yang inklusif dan berkelanjutan, G20 sepakat menegaskan pentingnya memperkuat sistem perdagangan multilateral yang terbuka, adil, dan berbasis aturan. Dalam hal ini, G20 perlu memperkuat instrumen penegakan perdagangan seperti anti-dumping dan peraturan bea masuk yang sesuai dengan komitmen internasional yang telah disepakati, khususnya dalam menghadapi lonjakan impor.
Dalam era persaingan dan multipolaritas global saat ini, pengelolaan peluang dan tantangan dari kemajuan teknologi, termasuk Artifical Intelligence (AI) yang beretika, menjadi kunci bagi stabilitas dan kemakmuran dunia. Untuk memastikan tidak ada pihak yang tertinggal, G20 mendorong berbagai langkah prioritas seperti pengembangan keterampilan, perluasan akses terhadap infrastruktur digital, serta penerapan prinsip-prinsip etika dan penguatan kapasitas nasional.
“Indonesia mendukung komitmen G20 terhadap penggunaan AI jangka panjang, termasuk pentingnya pembentukan kerangka kerja yang lebih koheren. Untuk itu, koordinasi lintas sektor yang lebih baik di dalam G20, yang dilandasi semangat netralitas, kepercayaan, dan keamanan, akan memperkuat posisi G20 dalam tata kelola teknologi global,” ujar Deputi Edi.
Para Sherpa turut membahas secara intensif mengenai inisiatif G20@20 yang merupakan evaluasi yang menandai dua dekade peran G20 sebagai forum utama kerja sama ekonomi internasional. Indonesia mengapresiasi proposal awal tinjauan G20@20 dan menekankan pentingnya reformasi nyata yang memperkuat prinsip inklusivitas, konsensus, dan kesetaraan. Pasalnya, G20 harus tetap relevan sebagai forum ekonomi global di tengah dinamika geopolitik, sehingga Indonesia mendorong seluruh anggota terlibat aktif demi menjaga relevansi dan efektivitas forum ini.
Pertemuan Sherpa ke-2 ini menjadi tonggak penting menuju KTT G20 Afrika Selatan pada November 2025 mendatang, dan menjadi bukti nyata komitmen bersama dalam mengatasi tantangan global dengan semangat kolaborasi dan solidaritas. “Dengan bergerak maju secara kolektif, kita membuktikan bahwa kekuatan G20 terletak pada persatuan sekaligus keberagamannya,” ucap Deputi Edi. Demikian dilansir dari laman ekongoid, Rabu (9/4).
[Redaktur: JP Sianturi]