WahanaNews.co, Raja Ampat - Setelah sempat dihentikan sementara, tambang nikel di Pulau Gag, Kab. Raja Ampat, kembali beroperasi pada awal September 2025. Keputusan pemerintah ini memantik perdebatan: di satu sisi diharapkan membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan lingkungan di kawasan wisata bahari kelas dunia.
Responsible Mining Indonesia - menyebutkan Pulau Gag memiliki luas kontrak karya (KK) sekitar 13.136 hektar, dikelola oleh PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam). Potensi nikel di pulau kecil ini sangat besar, sehingga sejak lama menjadi incaran investasi pertambangan.
Baca Juga:
Kemenkeu Paparkan Lima Program Strategis pada Raker Komisi XI DPR RI
Namun, letaknya yang berada di jantung Raja Ampat — kawasan konservasi laut dengan biodiversitas tinggi — menjadikannya sensitif secara ekologis dan sosial.
Pada 5 Juni 2025, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghentikan sementara aktivitas tambang. Langkah itu diambil setelah muncul aduan masyarakat dan kelompok pemerhati lingkungan yang menyoroti potensi kerusakan laut, sedimentasi pesisir, dan dampak negatif terhadap pariwisata Raja Ampat.
Kementerian ESDM kemudian melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap:
Baca Juga:
Menkeu Purbaya Optimistis Ekonomi Indonesia Pulih dalam 2-3 Bulan
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan addendumnya, Proses reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang, Pengelolaan limbah dan pencegahan sedimentasi, Kesesuaian izin operasi produksi.
Dari peninjauan awal, pemerintah tidak menemukan adanya masalah besar terkait kerusakan lingkungan. Beberapa poin penting yang menjadi dasar izin operasi kembali:
Tidak ditemukan sedimentasi signifikan di wilayah pesisir.
Reklamasi lahan tambang dinilai cukup baik dan sesuai standar.
Perusahaan mendapatkan Green Proper Rating dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang berarti tata kelola lingkungan berjalan memadai.
Menteri ESDM menyatakan bahwa penghentian sementara adalah bagian dari upaya memastikan prinsip “good mining practice” benar-benar dijalankan di pulau kecil yang rawan ekosistemnya.
Menurut masyarakat, Pro dan Kontra Masyarakat Pulau Gag terbelah.
Pihak yang mendukung berpendapat bahwa tambang memberi manfaat nyata seperti, lapangan pekerjaan, perputaran ekonomi lokal, hingga akses infrastruktur. Beberapa nelayan juga mengaku dapat menjual hasil tangkapan ke perusahaan.
Sementara pihak yang menolak menekankan bahwa kerusakan lingkungan, sekali terjadi, akan sulit dipulihkan. Mereka khawatir keberlanjutan laut Raja Ampat pusat keanekaragaman hayati dunia terancam, begitu pula sektor wisata bahari yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Kemudian setelah evaluasi selesai, pemerintah akhirnya memberi izin operasi kembali per 3 September 2025. PT Gag Nikel dipastikan memenuhi legalitas: Kontrak karya yang sah, Izin operasi produksi sejak 2017, AMDAL yang diperbarui hingga 2024.
Meski begitu, pemerintah menegaskan pengawasan akan terus dilakukan. Bahkan, dari lima izin tambang di Raja Ampat, empat di antaranya dicabut karena tidak memenuhi syarat. PT Gag Nikel menjadi satu-satunya yang tetap bertahan.
Kembalinya operasi tambang nikel di Pulau Gag membuka dua jalan besar, yaitu;
- Manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, termasuk peluang peningkatan pendapatan daerah.
- Risiko ekologis yang bisa berdampak pada pariwisata, perikanan, dan keberlanjutan lingkungan laut Raja Ampat.
- Konflik kepentingan ini menuntut pengawasan ketat, transparansi, serta keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap tahap pengelolaan.
Tambang nikel Pulau Gag kini beroperasi lagi setelah melewati evaluasi pemerintah. PT Gag Nikel dinyatakan memenuhi syarat legal dan lingkungan, namun sorotan publik tidak akan berhenti. Pertanyaannya “apakah keuntungan ekonomi bisa berjalan seimbang dengan kelestarian ekosistem Raja Ampat?” Jawabannya hanya akan terlihat dari konsistensi pengawasan dan komitmen semua pihak.
[Redaktur: JP Sianturi]