WahanaNews.co | Peningkatan budidaya ikan belida dipandang sebagai solusi terbaik, menyusul terbitnya aturan yang melarang untuk menangkap dan memperdagangkan ikan belida yang hidup di alam.
Pasalnya, pelanggar peraturan terkait aturan tersebut akan dikenai sanksi denda mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 1,5 miliar. Sanksi pidana juga diberikan apabila pelanggar melakukan usaha tanpa izin atau penyelundupan ikan.
Baca Juga:
Pemerintah Aceh Bagikan 7,5 Ton Ikan Segar Cegah Inflasi dan Stunting
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andi Rusandi sebelumnya pernah menjelaskan, larangan itu telah didasarkan riset ilmiah, karena populasi belida sudah semakin kritis.
Oleh karena itu, terobosan budidaya diperlukan demi keberlanjutan komoditas yang memiliki peluang besar di pasar dalam negeri.
Persoalannya, upaya pembudidayaan ikan belida, mulai dari pembenihan hingga pembesaran, selama bertahun-tahun cenderung berjalan lamban.
Baca Juga:
Program Makan Gratis, Menteri KKP: Menu Ikan Harus Disesuaikan dengan Wilayahnya
Pemijahan ikan belida rata-rata masih dalam skala riset di balai-balai perikanan milik pemerintah. Beberapa balai juga masih dalam proses domestifikasi, atau pengadaptasian ikan yang hidup di alam liar untuk bisa dikembangkan melalui kegiatan budidaya.
Budidaya
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP Kusdiantoro menyampaikan, pemijahan ikan belida kalimantan sudah berhasil dan mulai dibudidayakan di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan.
Sedangkan, belida sumatera dalam proses domestifikasi dan pemijahan alami di Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan, Mariana-Palembang, Sumatera Selatan.
Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin Andi Artha Donny Oktopura menjelaskan, pemijahan belida dilakukan oleh balai tersebut sejak tahun 2004.
Lewat teknologi, pembudidayaan ikan belida dapat diterapkan, mulai dari pembenihan sampai pembesaran. Akan tetapi, masih ada dua kelemahan mendasar, yakni yang pertama, fekunditas telur ikan belida yang tergolong rendah.
Satu induk betina memiliki fekunditas hanya 50-300 ekor per tahun. Kedua, masa pembesaran ikan belida tergolong lama, yakni butuh 1 tahun untuk mencapai ukuran konsumsi 300-500 gram per ekor.
Diketahui, harga jual ikan belida itu berkisar Rp 30.000-Rp 40.000 per kg. Tiap tahunnya, BPBAT Mandiangin membudidayakan ikan belida sekitar 500 kilogram.
Harga tersebut masih jauh di bawah ikan gabus hasil budidaya, yang juga banyak digunakan untuk bahan baku pempek. Harga ikan gabus di kisaran Rp 60.000-Rp 80.000 per kg.
Andy Artha juga mengungkapkan produksi ikan belida dapat dioptimalkan jika ada prioritas untuk budidaya, tetapi harus ada pergeseran paradigma pasar untuk beralih ke belida yang merupakan hasil budidaya.
”Selama ini, orang belum terobsesi untuk budidaya ikan belida karena menganggap masih dapat diperoleh di alam dan budidaya belida masih kurang ekonomis,” kata Andi Artha, Senin (10/9/2021).
Percepat pengembangan budidaya
Pasar olahan belida yang sudah terbentuk seharusnya menjadi landasan untuk mempercepat pengembangan budidaya ikan belida di Tanah Air secara lebih serius. Dengan demikian, permintaan pasar dengan sendirinya akan beralih ke produk hasil budidaya.
Selain itu, lanjut Andy, budidaya belida di dalam negeri bisa dikembangkan lebih luas dengan melibatkan balai-balai perikanan pemerintah pusat dan daerah untuk pembenihan.
Bahkan melibatkan masyarakat dalam proses pendederan atau pembesaran. Selanjutnya, perlu digiatkan pula upaya menggandeng swasta dalam pengembangan industri budidaya belida.
Pembudidayaan belida dengan menjaga nilai keekonomian membutuhkan sinergi hulu-hilir. "Inilah momentum mendorong budidaya ikan Belida di dalam negeri sehingga larangan perdagangan belida tidak berujung dilema dalam pemanfaatannya akibat ketidaksiapan para pelaku budidaya," ujar Andy.
Adapun, larangan mengonsumsi ikan belida yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi.
Aturan itu melarang penangkapan, penjualan, dan konsumsi 19 spesies ikan, termasuk empat jenis ikan belida, yakni belida borneo (Chitala borneensis), belida sumatera (Chitala hypselonotus), belida lopis (Chitala lopis), dan belida jawa (Notopterus notopterus). [rin]