Apalagi saat ini pemerintah Indonesia juga sudah membentuk Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah perjanjian pendanaan transisi energi yang dalam jangka panjang, akan memensiunkan PLTU secara bertahap.
"Jadilah dia bilang sekarang karena batu bara, batu bara itu sudah ada JETP. Untuk upaya retirement coal fire, sambil kita bangun renewable energy. Hydropower, geothermal, itu satu ekosistem," jelas Luhut.
Baca Juga:
LG Keluar Konsorsium Baterai EV, Target dan Jadwal Pengurangan Emisi Karbon Tidak Terpengaruh
Dengan rencana jangka panjang yang diklaim tersistematis tersebut, Luhut meminta para pengkritik kebijakan subsidi kendaraan listrik untuk melihat dalam pandangan yang lebih luaa.
"Jangan hanya melihat sepotong-sepotong, look at it as an ecosystem. Sekarang yang ingin kita bangun adalah ekosistem bekerja, sehingga nanti siapa pun penerusnya bisa memperbaiki kalau ini masih kurang bagus, tapi arahnya itu satu," ujar Luhut.
Sebelumnya, salah satu kritikan terhadap kebijakan subsidi kendaraan listrik ini sempat dilontarkan oleh bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Indonesia, Anies Baswedan.
Baca Juga:
PLN Ungkap Total SPKLU Capai 3.772 Unit Diseluruh Indonesia
Melansir Kompas TV, Anies menyebut kebijakan subsidi terhadap kepemilikan kendaraan listrik kurang tepat untuk menghadapi persoalan lingkungan hidup.
Menurutnya, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer lebih tinggi dari emisi karbon bus berbahan bakar minyak.
"Kita menghadapi tantangan lingkungan hidup. Itu kenyataan bagi kita. Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara, bukanlah terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka yang tidak membutuhkan subsidi," sebut Anies. [eta]