Kriengkrai menyoroti dampak besar pada industri otomotif yang menyerap sekitar 700 ribu tenaga kerja. "Berpotensi mengguncang industri secara besar-besaran, memaksa banyak perusahaan besar dan kecil untuk melakukan efisiensi, merger atau bahkan gulung tikar," ujarnya.
Industri otomotif Thailand sudah terpukul akibat melemahnya konsumsi dalam negeri dan tingginya utang rumah tangga, yang mendorong perbankan memperketat kredit kendaraan. Tahun lalu, penjualan mobil turun 26 persen menjadi 573 ribu unit, dan ekspor mobil merosot 8,8 persen menjadi 1,01 juta unit, menurut data FTI.
Baca Juga:
Seorang Turis Inggris Tewas Saat Berlibur di Bangkok Thailand
"Banyak pelaku usaha kecil dan menengah dalam rantai pasok terpaksa memangkas skala operasional," lanjutnya. Ia juga menambahkan bahwa tanpa cadangan keuangan yang kuat, beberapa pemasok bisa terpaksa menutup usaha.
Selain otomotif, sektor makanan olahan dan makanan laut juga terancam terdampak, karena sebelumnya menikmati pembebasan tarif masuk di pasar AS.
Dibandingkan Thailand, Vietnam dan Kamboja justru menghadapi tarif lebih tinggi dari AS, masing-masing sebesar 46 dan 49 persen.
Baca Juga:
Gempa Myanmar: 15 Korban Diduga Masih Hidup di Bawah Reruntuhan Gedung
Kriengkrai memperingatkan bahwa tarif tinggi dari AS dapat memicu eksportir mencari pasar baru. "Eksportir yang tak lagi bisa masuk ke pasar AS kemungkinan akan membidik pasar ketiga, yang bisa menciptakan persaingan harga yang semakin ketat di kawasan seperti ASEAN," pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.