WAHANANEWS.CO, Jakarta - Lonjakan arus perjalanan, transaksi belanja, dan aktivitas jasa yang selalu menyertai libur Natal dan Tahun Baru kembali menjadi ujian serius bagi sistem perlindungan konsumen nasional pada akhir tahun ini.
Momentum Nataru dinilai menghadirkan risiko berlapis bagi konsumen, seiring meningkatnya mobilitas masyarakat, padatnya layanan publik, serta melonjaknya transaksi barang dan jasa di berbagai sektor strategis.
Baca Juga:
Refleksi Perlindungan Konsumen Indonesia 2025: Naik Kelas Tapi Belum Aman
Periode libur akhir tahun secara konsisten mencatat kenaikan signifikan aktivitas konsumen di sektor transportasi, pariwisata, akomodasi, pangan, energi, hingga transaksi digital, sehingga menuntut kesiapan menyeluruh dari pelaku usaha dan pemerintah pusat maupun daerah.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional menegaskan bahwa perlindungan konsumen pada masa padat ini tidak boleh dipandang sebagai rutinitas tahunan, melainkan indikator nyata kehadiran negara dalam menjamin hak warga.
“Momentum Nataru adalah cermin sejauh mana negara hadir melindungi konsumen,” tegas Wakil Ketua BPKN Syaiful Ahmar dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (28/12/2025).
Baca Juga:
Antrean BBM dan Harga Tiket Melonjak, BPKN Soroti Hak Konsumen Saat Libur Panjang
Ia menambahkan bahwa perlindungan konsumen tidak berhenti pada kelancaran layanan, tetapi juga menyangkut kepastian hak, transparansi informasi, serta mekanisme pengaduan yang benar-benar berfungsi saat konsumen dirugikan.
“Bukan hanya soal kelancaran layanan, tetapi juga kepastian hak, transparansi informasi, dan mekanisme pengaduan yang benar-benar bekerja ketika konsumen mengalami masalah,” ujarnya.
Menurut BPKN, efektivitas perlindungan konsumen selama periode Nataru akan berpengaruh langsung terhadap tingkat kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah dan tanggung jawab pelaku usaha.