WahanaNews.co, Jakarta – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) memberikan apresiasi kepada pemerintah atas keseriusannya dalam menjalankan agenda transisi energi bersih di Indonesia. Langkah ini dinilai sebagai komitmen nyata dalam mewujudkan keberlanjutan energi sekaligus mengurangi dampak buruk emisi karbon di Tanah Air.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menyampaikan bahwa berbagai kebijakan yang diterapkan, termasuk pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi, menunjukkan upaya pemerintah untuk menghadirkan sistem energi yang lebih ramah lingkungan.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
“Kami melihat pemerintah serius dalam merealisasikan transisi energi bersih. Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga komitmen untuk melindungi konsumen dengan menyediakan energi yang lebih berkelanjutan,” ujar Tohom Purba kepada WahanaNews.co di Jakarta, Minggu (17/11/2024).
ALPERKLINAS juga menggarisbawahi pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan energi bersih ini, agar dapat berjalan secara konsisten dan berdampak langsung bagi masyarakat luas. Selain itu, mereka mendorong kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mendukung pengembangan infrastruktur energi terbarukan.
“Peran masyarakat sangat penting dalam transisi ini, baik sebagai pengguna maupun pengawas. Karena itu, kami juga mengedukasi konsumen agar memahami manfaat dan pentingnya energi bersih,” tambahnya.
Baca Juga:
Mengungkap Kembali Workshop ALPERKLINAS di Tahun 2013: Harmonisasi Konsumen dan Produsen dalam Pelayanan Listrik di Indonesia
Langkah pemerintah untuk terus berinvestasi dalam teknologi hijau, seperti penggunaan kendaraan listrik dan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil, mendapat respons positif dari berbagai pihak. Namun, ALPERKLINAS menekankan perlunya percepatan dalam mengatasi tantangan seperti biaya investasi yang tinggi dan kesiapan infrastruktur pendukung.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, Indonesia diharapkan dapat menjadi model bagi negara berkembang lainnya dalam mewujudkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Urgensi Transisi Energi dan Krisis Iklim
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno dijadwalkan akan menghadiri United Nations Climate Change Conference COP29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan. Di forum ini, Eddy akan menjadi salah satu pembicara kunci (keynote speaker) dalam sesi diskusi tentang urgensi percepatan transisi energi.
Pria yang pernah menjabat Direktur Investment Banking Group Asia Pacific di Merryl Lynch Indonesia ini akan bicara soal pentingnya kolaborasi global untuk menghadapi perubahan iklim yang kini sudah berubah menjadi krisis iklim.
"Polusi udara di Jakarta yang beberapa kali menjadi 'juara' dunia, kenaikan suhu di beberapa wilayah di Indonesia seharusnya menyadarkan kita bahwa yang terjadi bukanlah sekedar perubahan iklim (climate change) tapi sudah menjadi krisis iklim (climate crisis)," ujar Eddy dalam keterangannya, Selasa (12/11/2024).
"Ketika berubah menjadi krisis iklim maka penanganannya juga harus luar biasa tidak bisa business as usual saja. Karena itu di forum COP29 kita harus berbagi peran secara global dengan negara-negara lain menghadapi dampak krisis iklim," sambungnya.
Di forum COP 29, Eddy juga akan berbagi tentang urgensi percepatan transisi energi serta peluang dan tantangan energi terbarukan di Indonesia.
"Salah satu extraordinary action menghadapi krisis iklim adalah dengan melakukan percepatan transisi energi menuju energi terbarukan yang lebih bersih dan ramah lingkungan," paparnya
"Presiden Prabowo sudah menetapkan target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Target yang optimis bisa kita capai dan membutuhkan suplai energi yang besar. Di sinilah tantangan kita untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia dengan energi terbarukan," imbuhnya.
Tak hanya itu, Eddy juga akan berbicara soal dukungan MPR RI pada kebijakan Presiden Prabowo untuk mewujudkan ketahanan energi di Indonesia.
"Kami akan sampaikan bahwa MPR RI mendukung penuh kebijakan Presiden Prabowo untuk mewujudkan ketahanan energi di Indonesia, khususnya visi besar dalam asta cita untuk menjadi raja ekonomi hijau dunia," pungkasnya.
Energi Terjangkau tapi Bersih
Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo mengatakan pembangunan energi bersih merupakan salah satu poin penting dalam mewujudkan target pertumbuhan ekonomi pemerintah 8%. Catatan pentingnya, pembangunan energi bersih juga harus mampu mewujudkan energi yang terjangkau.
"Ini sangat penting karena salah satu misi Presiden Prabowo Subianto adalah bagaimana kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Dan satu-satunya cara bagi kita untuk dapat mencapai 8% adalah dengan menyediakan energi yang terjangkau tetapi bersih." kata Darmawan dalam CEO Talks di Paviliun Indonesia pada gelaran COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).
Darmawan mengatakan, ekonomi yang tumbuh juga harus diwujudkan lewat peningkatan ketahanan energi. Pembangkit-pembangkit baru yang bersumber dari energi terbarukan diharapkan bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, memberantas kelaparan, dan memberikan kemakmuran bagi masyarakat.
"Sebagai utusan khusus untuk iklim, kita harus menyeimbangkan antara pertumbuhan, kemakmuran, dan juga keberlanjutan lingkungan." lanjut Darmawan.
Hal ini juga diamini oleh Ketua Delegasi Indonesia di COP29, Hashim Djojohadikusumo. Utusan Khusus Presiden di bidang perubahan iklim tersebut menolak bahwa energi terbarukan akan mahal. Perkembangan teknologi saat ini membuktikan bahwa energi bersih dapat menyediakan harga yang terjangkau.
"Energi terbarukan itu tidak mahal, semata-mata mahal." katanya di lokasi yang sama.
"Sekarang ada teknologi baru dari berbagai sumber, ini ada yang namanya battery energy storage systems ya, ini sekarang murah ya. Sekarang kita di Indonesia sudah ditawarkan 4 cent per kilowatt hour, 4 tahun lalu Tesla menawarkan 14 cent. Sekarang ada yang menawarkan 4 cent dan menuju ke 3 cent. Jadi saya kira ini transformasi energi terbarukan menjadi sangat terjangkau, tidak mahal." lanjutnya.
Indonesia sendiri berencana membangun lebih banyak pembangkit energi terbarukan demi mencapai target emisi nol karbon pada 2060 mendatang. Salah satu implementasinya adalah dengan pembangunan 75 gigawatt (GW) energi terbarukan dalam 15 tahun ke depan yang tercantum dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN.
Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, optimistis rencana pengembangan energi terbarukan ini bisa berjalan dengan baik. Kinerja PLN dalam masa transisi yang sedang dijalani saat ini menunjukkan bahwa target tersebut bisa terwujud.
Dengan jumlah pelanggan sebanyak 92 juta, PLN mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$ 32 miliar atau sekitar Rp 487,38 triliun sepanjang 2023. PLN bahkan berhasil membukukan keuntungan terbesar dalam sejarah perseroan dengan meraih laba bersih sebesar Rp 22,07 triliun pada tahun 2023, sekaligus mencetak hattrick rekor laba bersih selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021.
"Laba bersih kami mencapai rekor tertinggi selama tiga tahun berturut-turut. Jadi menandai kinerja keuangan terbaik dalam sejarah PLN." kata Darmawan.
Dalam masa transisi selama empat tahun terakhir, PLN juga telah berhasil menghilangkan 13,3 GW pembangkit batu bara sebagai usahanya mengurangi peningkatan emisi. Menurut hitungan PLN, langkah tersebut bisa menekan emisi GRK hingga 1,8 miliar metrik ton dalam 25 tahun.
"Itu memberi sinyal bahwa kami sedang melakukan transisi." kata Darmawan.
Meski optimistis, PLN mengakui hal ini tak dapat dilakukan sendirian oleh perseroan. Butuh kolaborasi dengan banyak pihak untuk mewujudkan target ambisius tersebut.
"Satu-satunya cara untuk maju adalah melalui kolaborasi. Itulah sebabnya kolaborasi antar investor domestik, kolaborasi antar regional dan juga internasional dibutuhkan." kata Darmawan.
Genjot Transisi ke Energi Bersih
Salah satu upaya Indonesia terkait komitmennya dalam mengatasi perubahan iklim dicapai dengan akselerasi transisi energi kotor ke energi yang lebih ramah lingkungan. Namun dalam kenyataannya, transisi energi menemui hambatan dalam pembiayaan.
Pembiayaan menjadi salah satu tantangan dalam menggenjot lebih banyak pengembangan energi terbarukan. Hal ini diamini oleh PT PLN (Persero) sebagai perusahaan listrik yang melayani 92 juta pelanggan di Tanah Air.
"Kami memiliki sekitar 65% produksi listrik yang berasal dari batu bara. Dan itu juga merupakan tantangan bagi kami." kata Direktur Keuangan PT PLN (Persero), Sinthya Roesly di Indonesia Paviliun pada gelaran COP29 di Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11/24).
Sinthya menjelaskan, para investor ataupun lembaga internasional sulit mengalirkan dana investasi mereka ke sektor energi terbarukan saat terpaut oleh sejumlah syarat. Salah satunya soal kapasitas penggunaan batu bara yang dimiliki PLN saat ini.
"Ekspektasi dari investor, mereka saat ini terbatas untuk dapat berinvestasi karena kami memiliki porsi batu bara ini lebih dari 50%. Karena salah satu hal yang mereka katakan adalah juga persyaratan dari OECD, misalnya, maksimum 30% atau maksimum 50%." jelas Sinthya.
Untuk itu, Sinthya berharap investor dapat memperbaiki pendekatan pembiayaan transisi energi agar lebih inklusif. Dia bilang, transisi energi tak dapat dilakukan dengan tiba-tiba, melainkan bertahap.
"Jadi saya pikir yang kami butuhkan juga pemahaman dari komunitas investor global, bahwa Indonesia tidak dapat berubah dari coklat menjadi hijau, secara tiba-tiba. Jadi harus ada transisi, suatu jalur. Jadi harus ada pembiayaan transisi yang juga dapat diterima oleh para investor. Dan itu harus didorong dari komunitas global, menurut saya." kata Sinthya.
PLN sendiri telah mengimplementasikan berbagai inisiatif strategis untuk mengembangkan penggunaan energi terbarukan di Indonesia. Beberapa langkah yang dilakukan sejauh ini di antaranya peningkatan kapasitas pembangkit energi terbarukan, penyelesaian proyek pembangkit energi terbarukan, hingga penerapan teknologi hijau.
PLN juga telah mengimplementasikan berbagai strategi untuk memperoleh pendanaan guna mendukung proyek-proyek pembangkit energi terbarukan. Di antaranya penerbitan Green Bonds, kerja sama dengan lembaga keuangan internasional, investasi dalam infrastruktur jaringan transmisi hijau yang mendukung distribusi energi terbarukan.
"Kami memiliki komitmen untuk melakukan perjalanan dekarbonisasi nol bersih ini, tetapi tolong bantu kami untuk masuk ke dalam sistem dan bagaimana membiayainya dan juga melepaskan dan mendapatkan platform, memahami bahwa negara seperti kami perlu memiliki syarat dan ketentuan tertentu yang dapat mereka terima." kata Sinthya.
PLN Raih Pembiayaan Bangun 75 GW Energi Bersih
Ketersediaan dana pembangunan pembangkit listrik ramah lingkungan menjadi salah satu fokus yang dibahas pada sela gelaran COP29 di Paviliun Indonesia di Baku, Azerbaijan. Pendanaan menjadi sangat penting mengingat target pengurangan emisi harus terus diakselerasi demi mencegah terjadinya perubahan iklim.
Data PLN menunjukkan, butuh US$ 110 miliar atau sekitar Rp 1.716 triliun hingga 2030 untuk mendukung capaian target 75 gigawatt (GW) hingga 2040. Seperti diketahui, dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) nya, PLN berencana membangun 75 GW energi terbarukan hingga 15 tahun ke depan.
"CEO kami bilang sekitar US$ 235 miliar dibutuhkan hingga tahun 2040. Tapi untuk sekarang saya kira untuk tahun-tahun berikutnya sampai 2030, kita butuh sekitar US$ 110 miliar." jelas Direktur Keuangan PT PLN (Persero), Sinthya Roesly dalam paparannya pada sela acara COP29 di Paviliun Indonesia, Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11/2024).
Sinthya menjelaskan, ada banyak sumber pendanaan yang bisa dimanfaatkan PLN untuk mengisi target investasi di energi terbarukan. Selain pendanaan yang bersumber dari publik melalui penerbitan green bonds, ada pula sejumlah model pembiayaan kreatif lainnya seperti kemitraan dengan lembaga keuangan internasional, program Accelerated Renewable Energy Development (ARED), partisipasi dalam Program Just Energy Transition Partnership (JETP), dan sejumlah skema lainnya.
"Indonesia memiliki apa yang disebut sebagai country manager untuk blended finance, yang dikelola oleh salah satu BUMN di bawah Kementerian Keuangan. Namun di sisi lain, ada juga aliansi keuangan perbankan global yang hadir untuk mengisi kesenjangan antara skema yang digerakkan oleh publik ini dan juga inisiatif platform global lainnya." kata Sinthya.
Inisiatif blended finance, yang menggabungkan modal komersial dengan bantuan atau sumbangan resmi juga akan menjadi bagian dari solusi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendanaan energi ramah lingkungan dan mendukung penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
PLN sendiri telah menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB) untuk mengatasi tantangan pendanaan dalam pengembangan energi terbarukan. PLN juga mempercepat pengembangan energi terbarukan dengan mengidentifikasi dan memprioritaskan proyek-proyek yang siap didanai lewat program ARED.
Salah satu pendekatan yang digunakan PLN agar bisa mendapatkan pendanaan tersebut adalah dengan mempersiapkan proyek yang tepat. Artinya, proyek yang dikerjakan tak semata hanya bersumber dari energi bersih saja, namun juga harus memiliki dampak dalam hal pembangunan ekonomi dan memperhatikan aspek lingkungan dan sosialnya.
"PLN sendiri, untuk pembiayaan, untuk pembiayaan hijau, misalnya, kami telah mengamankan sekitar US$ 2,9 miliar. Saat ini kami sedang berbicara dengan ADB (Asian Development Bank) untuk sekitar US$ 4,8 miliar untuk paket investasi ETM. Dan kami juga berbicara tentang JETP sekitar US$ 21 miliar. Namun, perlu ada kejelasan lebih lanjut tentang apa yang diharapkan dari kami." jelas Sinthya.
Sinthya mengatakan, sejauh ini pihaknya telah mendapatkan potensial pendanaan sekitar US$ 46,9 miliar untuk program transisi energi ini. Sumber pendanaan yang telah dan akan dikunci di antaranya yang bersumber dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), JICA, JETP dan sejumlah lembaga internasional lainnya.
"Sebagian sudah ada tinggal proses, sebagian lagi sudah dalam negosiasi. Jadi sudah ada yang deal dan ada yang sedang dalam proses persiapan. Jadi total yang sudah kita identifikasi sekitar US$ 46,9 miliar tadi." jelasnya.
Sinthya menjelaskan, ada banyak sumber pendanaan yang bisa dimanfaatkan PLN untuk mengisi target investasi di energi terbarukan. Selain pendanaan yang bersumber dari publik melalui penerbitan green bonds, ada pula sejumlah model pembiayaan kreatif lainnya seperti kemitraan dengan lembaga keuangan internasional, program Accelerated Renewable Energy Development (ARED), partisipasi dalam Program Just Energy Transition Partnership (JETP), dan sejumlah skema lainnya.
"Indonesia memiliki apa yang disebut sebagai country manager untuk blended finance, yang dikelola oleh salah satu BUMN di bawah Kementerian Keuangan. Namun di sisi lain, ada juga aliansi keuangan perbankan global yang hadir untuk mengisi kesenjangan antara skema yang digerakkan oleh publik ini dan juga inisiatif platform global lainnya." kata Sinthya.
Inisiatif blended finance, yang menggabungkan modal komersial dengan bantuan atau sumbangan resmi juga akan menjadi bagian dari solusi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendanaan energi ramah lingkungan dan mendukung penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
PLN sendiri telah menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB) untuk mengatasi tantangan pendanaan dalam pengembangan energi terbarukan. PLN juga mempercepat pengembangan energi terbarukan dengan mengidentifikasi dan memprioritaskan proyek-proyek yang siap didanai lewat program ARED.
Salah satu pendekatan yang digunakan PLN agar bisa mendapatkan pendanaan tersebut adalah dengan mempersiapkan proyek yang tepat. Artinya, proyek yang dikerjakan tak semata hanya bersumber dari energi bersih saja, namun juga harus memiliki dampak dalam hal pembangunan ekonomi dan memperhatikan aspek lingkungan dan sosialnya.
"PLN sendiri, untuk pembiayaan, untuk pembiayaan hijau, misalnya, kami telah mengamankan sekitar US$ 2,9 miliar. Saat ini kami sedang berbicara dengan ADB (Asian Development Bank) untuk sekitar US$ 4,8 miliar untuk paket investasi ETM. Dan kami juga berbicara tentang JETP sekitar US$ 21 miliar. Namun, perlu ada kejelasan lebih lanjut tentang apa yang diharapkan dari kami." jelas Sinthya.
Sinthya mengatakan, sejauh ini pihaknya telah mendapatkan potensial pendanaan sekitar US$ 46,9 miliar untuk program transisi energi ini. Sumber pendanaan yang telah dan akan dikunci di antaranya yang bersumber dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), JICA, JETP dan sejumlah lembaga internasional lainnya.
"Sebagian sudah ada tinggal proses, sebagian lagi sudah dalam negosiasi. Jadi sudah ada yang deal dan ada yang sedang dalam proses persiapan. Jadi total yang sudah kita identifikasi sekitar US$ 46,9 miliar tadi." jelasnya.
Program Baru Prabowo Soal Energi Bersih di COP29
Ketua Delegasi Indonesia di COP29, Hashim Djojohadikusumo mengenalkan program pembangunan energi baru terbarukan yang akan dilaksanakan di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Hal itu disampaikannya dalam pembukaan Paviliun Indonesia pada gelaran COP29 di Baku, Azerbaijan.
Hashim menjelaskan, akan ada pembangunan 100 GW pembangkit baru dalam 15 tahun ke depan. Yang menarik adalah, 75% atau 75 GW dari pembangkit baru tersebut akan berasal dari sumber-sumber energi terbarukan.
Rinciannya, pembangkit tenaga angin direncanakan menyumbang sebesar 35 GW. Sisanya akan bersumber dari tenaga matahari, air, geothermal, dan tenaga nuklir.
"Semua yang 75 GW ini akan berasal dari energi terbarukan, kita akan mampu, kita harapkan ini terjadi dalam 15 tahun ke depan. Ini adalah komitmen-komitmen dari pemerintahan yang baru," kata Hashim.
Di luar itu, ada juga komitmen program baru seperti penangkapan karbon atau Carbon Capture Storage (CCS). Hashim bilang, beberapa perusahaan multinasional dunia seperti Exxon Mobil, British Petroleum (BP), dan lainnya telah menyampaikan rencana untuk berinvestasi di program tangkap dan simpan karbon Indonesia.
"Indonesia diberkati dengan potensi penyimpanan karbon yang sangat besar. Kita diberkati dengan potensi dalam jumlah besar di seluruh nusantara, baik yang lokasinya di darat maupun di lepas pantai," jelas Hashim.
Program tangkap dan simpan karbon atau Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS) dinilai menjadi kunci untuk mengurangi emisi karbon.CCS adalah salah satu teknologi yang berfungsi menyerap emisi karbon yang dihasilkan oleh suatu sistem, di mana karbon yang telah ditangkap akan disimpan di suatu tempat yang sudah disiapkan.
Teknologi ini memungkinkan beberapa sektor energi mengurangi emisi CO2 ke atmosfer sehingga mendukung upaya mitigasi perubahan iklim. Secara sederhana, melalui teknologi CCS, CO2 dari bahan bakar fosil ataupun dari limbah hasil pembakarannya dapat ditangkap kembali untuk kemudian disimpan di bawah tanah atau di bawah laut
3 Perusahaan Migas Raksasa yang Bakal Garap Proyek Harta Karun Energi RI
Sebanyak tiga perusahaan migas raksasa dunia menyatakan ketertarikannya menggarap proyek migas dan energi baru terbarukan di Indonesia. Hal ini diungkap langsung oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani dalam kunjungannya ke Amerika Serikat (AS).
Rosan menyebut perusahaan yang dimaksud adalah ExxonMobil dan Chevron asal Amerika Serikat (AS) dan BP asal Inggris. Sayangnya ia tidak merinci lebih dalam soal ketertarikan investasi tersebut.
"Tentunya mereka sampaikan untuk investasi di renewable energy. Kan di situ ada Exxon, ada BP yang menyampaikan, Chevron juga, untuk mereka investasi, ingin bersama-sama meningkatkan kapasitas dari oil dan gas kita," kata Rosan, disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (12/11/2024) kemarin.
Selain itu, kata Rosan, ada sektor lain yang juga bisa dijajaki, misalnya carbon capture storage. Rosan menyebut investasi ini tak lain untuk mengejar target menuju nol emisi karbon.
Panas bumi atau geothermal juga menjadi sektor yang ditawarkan Indonesia kepada investor. Menurut Rosan, para pengusaha merespons tawaran tersebut dengan baik dan mendorong realisasi investasinya menjadi lebih cepat.
"Kemudian geothermal. Presiden (Prabowo Subianto) menyampaikan akan didorong secara cepat di Indonesia. Mereka respons itu karena udah ada beberapa yang invest di geothermal dan lebih cepat lagi. Dan yang terpenting akan mengurangi birokrasi yang berbelit sehingga investasi yang masuk ke Indonesia memberikan manfaat ke rakyat," ujar Rosan.
Pada kesempatan itu, ia juga menyampaikan adanya minat investasi dari Jared Corey Kushner, pengusaha dan investor yang merupakan menantu Presiden AS terpilih, Donald Trump. Namun Rosan tidak menjabarkan minat investasi apa yang dimaksud.
"(Pertemuan) dengan Jared Kushner udah beberapa waktu lalu ya, diundang dinner, saya juga ada membahas lebih ke hal-hal yang sifatnya, waktu itu Jared mau investasi di Indonesia, lebih ke seperti itu," tutupnya.