WahanaNews.co | Akhir-akhir ini dunia startup jadi sorotan. Beberapa dari mereka memilih untuk melakukan PHK demi efisiensi.
Sementara yang lain harus rela valuasinya turun seperti yang terjadi pada startup fintech asal Swedia, Klarna.
Baca Juga:
Pemerintah Resmikan Danantara, Ini Perbedaannya dengan INA
Mereka dilaporkan hampir menandatangani putaran pendanaan baru yang akan memangkas valuasi mereka menjadi US$6,5 miliar (Rp 97 triliun), atau sekitar 1/7 dari nilai perusahaan pada Juni 2021 yang mencapai US$45,6 miliar (Rp 685 triliun).
Melihat hal ini, Venture Partner Init-6 Rexi Christopher, mengatakan, valuasi itu merupakan proyeksi berdasarkan kinerja startup saat ini.
Kinerja yang dimaksud biasanya dilihat dari revenue atau pendapatan perusahaan. Artinya, jika kinerja perusahaan tidak bagus saat ini, secara otomatis juga akan memengaruhi valuasi mereka.
Baca Juga:
Ini Tips Memilih Broker Terbaik saat Mau Mulai Trading
"Kenapa banyak sekali startup yang valuasinya turun? Itu karena in reality bisnis mereka enggak berjalan baik ya, enggak sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan atau proyeksikan," kata Rexi kepada CNBC Indonesia dalam panggilan telepon.
Lalu siapa yang menentukan, lanjut Rexi, adalah kedua belah pihak. Pihak startup dan investor memiliki kesepakatan dan juga negosiasi di awal pada saat membicarakan valuasi
"Iya, biasanya di awal karena kami bertanya ... okay kalian menggalang dana berapa dengan valuasi berapa. Jadi VC [venture capital] itu mendapatkan gambaran," jelasnya.
Ia memberi contoh saat investor ingin menanam modal US$1 juta, mereka misalnya akan mendapat 10 persen. Jadi valuasi startup tersebut ada di angka 10 juta. Dalam proses tersebut juga ada tawar menawar.
"Dari situ ada tawar menawarkan, misalnya, oke kami mau investasi US$1 juta tapi boleh enggak kami dapat 15 persen," tutur Rexi.
Investment Analyst Alpha JWC Ventures Dharmadi Gusanto menjelaskan bahwa saat akan penggalangan modal founder pasti memiliki estimasi berapa banyak modal yang dibutuhkan.
Secara tidak langsung, ini akan memberikan indikasi valuasi perusahaan tersebut layak untuk dihargai berapa.
Valuasi kemudian bisa ditemukan berdasarkan berapa banyak porsi kepemilikan yang rela diberikan oleh founder demi modal investor. Di sini, ada faktor prioritas kebutuhan perusahaan dan minat investor.
"Misalnya, saya mau himpun dana US$1 juta untuk 12 bulan ke depan, saya butuhnya kan sekarang. Namun, saya mau kasih berapa persen ownership, oh mau kasih 20% ownership pada investor," papar Dharmadi. "Berarti, secara enggak langsung, founder bisa menilai perusahaan miliknya bisa dihargai sebesar US$5 juta, karena US$1 juta dari investor dihargai 20%."
Jika investor hanya mau memberikan US$1 juta untuk 50% saham perusahaan dan founder menerimanya, valuasi tentunya berubah menjadi US$2 juta. [qnt]