WahanaNews.co | Warga Rusia disebut mulai melirik makanan yang lebih murah karena pendapatan turun di tengah lonjakan inflasi.
Mengutip Reuters, Selasa (19/7), peritel bernama X5 Group mengatakan daya beli masyarakat juga semakin terganggu akibat lonjakan inflasi di Rusia.
Baca Juga:
Setara Negara Maju, Pendapatan Per Kapita Jakarta Pusat US$50.000
Pemerintah Rusia mencatat indeks harga konsumen naik 11,6 persen sejak awal 2022. Kemudian, inflasi sektor makanan tembus 19,5 persen secara year on year (yoy) pada kuartal II 2022.
Realisasi itu lebih tinggi dibandingkan dengan posisi kuartal I 2022 yang hanya 13,5 persen.
Inflasi yang tinggi telah menjadi perhatian utama bagi banyak pihak di Rusia. Maklum, warga Negeri Beruang Merah itu disebut-sebut sudah menurunkan standar hidup sejak beberapa tahun terakhir.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Namun, situasi ekonomi Rusia semakin tak stabil karena krisis ekonomi dan sanksi dari Negara Barat yang menentang perang di Ukraina.
Mengutip tradingeconomics.com, Rusia mencatatkan inflasi 15,9 persen secara tahunan per Juni 2022. Realisasi itu sebenarnya bisa dibilang lebih baik dari bulan sebelumnya yang sempat tembus 17,1 persen.
Inflasi memang sedang menjadi momok di banyak negara. Sejumlah pihak menilai perang Rusia-Ukraina menjadi penyebab inflasi di dunia.
Situasi ini membuat semua harga melonjak, mulai dari pangan sampai energi. Jika terus berlanjut, maka bukan tak mungkin dunia mengalami krisis ekonomi dan banyak negara jatuh ke jurang resesi.
Sebelumnya, Presiden Bank Dunia David Malpass sudah mewanti-wanti bahwa beberapa negara sulit menghindari resesi karena perang antara Rusia-Ukraina hingga gangguan rantai pasok di global.
"Perang di Ukraina, penguncian di China, gangguan rantai pasok, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," ungkap Malpass beberapa waktu lalu.
Dalam ilmu ekonomi, suatu negara disebut resesi setelah mengalami kontraksi dalam dua kuartal berturut-turut.
Meski begitu, Bank Dunia mengisyaratkan bahwa Indonesia bebas dari ancaman resesi.
Menurut laporan Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects periode Juni 2022, ekonomi Indonesia diproyeksi tumbuh 5,1 persen. Angka itu memang turun 0,1 persen dari proyeksi yang dirilis Bank Dunia pada Januari 2022.
Kendati demikian, proyeksi itu tetap lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi RI yang sebesar 3,7 persen pada 2021.
Bahkan, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia semakin bergeliat hingga 2024. Lembaga internasional itu memproyeksi ekonomi RI tembus 5,3 persen pada 2023 dan 2024.[rin]