WahanaNews.co | Polemik penyebab jatuhnya pesawat Boeing 737-800 dari maskapai China Eastern mengundang perdebatan khususnya bagi pakar penerbangan.
Menurut pakar penerbangan, sebelum jatuh, pesawat itu punya pola terbang yang tak biasa.
Baca Juga:
3 Jenazah Korban Pesawat yang Jatuh di Tangsel dalam Kondisi Utuh
Pesawat China Eastern itu diketahui bertolak dari kota Kunming menuju ke kota Guangzhou.
Namun sebelum sampai ke tempat tujuan, pesawat yang mengangkut 132 orang itu jatuh menghujam tanah dengan kecepatan 842 kilometer per jam dari ketinggian 9.144 meter.
Tidak ada penumpang yang selamat dari insiden itu.
Baca Juga:
Pesawat Jatuh di BSD, KNKT: Pilot Ingin Mendarat Darurat, tapi Kena Pohon
Menurut CEO Flight Safety Foundation, Dr Hassan Shahidi, masih terlalu dini untuk menyimpulkan penyebab terjatuhnya pesawat produksi Boeing itu.
"Dari waktu terjatuh hingga menabrak, hanya butuh kurang dari 2 menit. Ini sangat tidak biasa dan ini dikenal sebagai kehilangan kontrol dalam penerbangan," kata Shahidi memulai analisanya, seperti dikutip dari Today, Selasa (22/3/2022).
Tapi dilihat dari pola terbang pesawat itu, Shahidi menilai ada sesuatu yang aneh dan tidak biasa terjadi dalam kecelakaan itu.
"Pesawat itu melaju di ketinggian 29.000 kaki, tapi kemudian mulai menurun dengan tajam. Pesawat itu turun ke ketinggian 21.000 kaki dalam waktu 70 detik," ujar Shahidi.
"Pesawat itu berhenti menurun di ketinggian 7.400 kaki dan bisa naik ke ketinggian sekitar 8.600 kaki sebelum akhirnya mulai turun lagi," pria berkepala plontos itu menambahkan.
Sementara itu, pakar penerbangan Neil Hansford menyebut jatuhnya pesawat China Eastern dalam posisi vertikal dengan hidung terlebih dulu menghujam tanah, harusnya memberi petunjuk apa yang saat itu sedang terjadi.
"Pesawat itu jatuh seperti batu. Jika saat itu ada masalah dengan kecepatan, harusnya pesawat sedikit terlontar beberapa derajat saat jatuh," ujar Hansford.
"Ini pesawat turun langsung ke bawah, seperti habis ditembak oleh pihak militer, atau ada intervensi pilot, atau ada tabrakan. Tapi sepertinya itu tidak mungkin terjadi," kata dia.
Dr Shahidi menyebut saat ini otoritas berwenang harus fokus dalam menemukan Flight Data Recorder dan Voice Data Recorder di dalam pesawat itu.
"Semakin cepat flight recorder itu ditemukan, semakin cepat pula kita bisa mengetahui apa yang terjadi. Mereka akan mencari tahu sejarah pesawat ini yang mana masih sangat sangat baru, baru berusia 7 tahun," ujar Shahidi. [rin]