WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyinggung soal kebakaran hutan dahsyat yang terjadi di benua Amerika, Eropa, dan Australia.
Menurutnya, kebakaran hutan itu menjadi kekhawatiran bersama.
Baca Juga:
Maksud Hati Cegah Kiamat Batubara, Apa Daya China-India Malah Kena Murka
Oleh karena itu, Jokowi menyampaikan, Indonesia siap berbagai pengalaman pada negara lain tentang penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Indonesia siap berbagi pengalaman tentang keberhasilannya mengatasi karhutla dengan negara-negara itu," ujar Jokowi, saat menjadi salah satu pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use, yang digelar di Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021).
Baca Juga:
Heboh! India dan China Tolak Hapus Batubara di KTT COP26
Pusat Mangrove Dunia
Jokowi pun menjelaskan tentang pengelolaan hutan.
Dia menuturkan, Indonesia telah mengubah paradigma dari manajemen produk hutan menjadi manajemen lanskap hutan.
Hal tersebut menjadikan pengelolaan area hutan menjadi lebih menyeluruh.
Selain itu, lanjut Jokowi, Indonesia juga melakukan restorasi ekosistem mangrove yang berperan dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Dia menyebut, Indonesia memiliki lebih dari 20 persen total area mangrove dunia.
Hal tersebut menjadikan yang terbesar di dunia.
"Indonesia juga akan mendirikan Pusat Mangrove Dunia di Indonesia," ucap Jokowi.
Harus Berikan Mekanisme Insentif
Kemudian, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menilai, mekanisme insentif harus diberikan bagi pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
Sertifikasi dan standar produksi harus disertai market incentives, sehingga sehingga berfungsi mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, bukan menjadi hambatan perdagangan.
Dia menegaskan, sertifikasi, metodologi, dan standar tersebut harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral, tidak dipaksakan secara unilateral dan berubah-ubah.
Sertifikasi juga harus berkeadilan sehingga berdampak pada kesejahteraan, khususnya petani kecil.
"Sertifikasi juga harus pertimbangkan semua aspek SDGs sehingga pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat," tutur dia.
Negara Berkembang Perlu Dukungan Dana dan Teknologi
Berikutnya, pria kelahiran Solo ini menilai perlunya mobilisasi dukungan pendanaan dan teknologi bagi negara berkembang.
Menurutnya, komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata, bukan retorika.
Dia melanjutkan, memberi bantuan bukan berarti dapat mendikte, apalagi melanggar hak kedaulatan suatu negara atas wilayahnya.
Dukungan harus country-driven, didasarkan pada kebutuhan riil negara berkembang pemilik hutan.
"Bagi Indonesia, dengan atau tanpa dukungan, kami akan terus melangkah maju. Kami kembangkan sumber-sumber pendanaan inovatif, di antaranya pendirian Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, penerbitan green bond dan green sukuk, serta mengembangkan mekanisme Nilai Ekonomi Karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi," jelasnya. [qnt]