WahanaNews.co, Jakarta - China mengancam bakal menjatuhkan hukuman mati pada ekstremis kelompok separatis kemerdekaan Taiwan yang "keras kepala". Ini sebuah tekanan baru meski pengadilan China tidak memiliki yurisdiksi atas Taiwan.
China yang memandang Taiwan sebagai wilayahnya sendiri tidak merahasiakan ketidaksukaannya kepada Presiden Taiwan Lai Ching Te yang mulai menjabat bulan lalu. China mengatakan bahwa ia adalah seorang 'separatis'.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Kemudian Taiwan juga mengeluhkan tekanan dari China sejak Lai memenangkan pemilu Januari lalu, termasuk tindakan militer yang sedang berlangsung, sanksi perdagangan, dan patroli penjaga pantai sekitar Pulau di Taiwan.
Untuk itu Pengadilan, Kejaksaan, Badan Keamanan Publik China menyatakan adanya pedoman baru mengenai hukuman terhadap separatis Taiwan.
"Menghukum berat para pelaku kemerdekaan Taiwan, karena memecah belah negara dan menghasut kejahatan pemisahan diri sesuai dengan hukum, dan dengan tegas membela kedaulatan nasional, persatuan dan integritas wilayah," menurut Pedoman China yang ungkapkan kantor berita Xinhua yang dikelola Pemerintah, dikutip dari Channel News Asia, Minggu (23/6/2024).
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Xinhua menyatakan pedoman itu disebut dikeluarkan sesuai dengan undang-undang yang sudah ada, termasuk undang-undang anti suksesi tahun 2025.
Seorang Pejabat Kementerian Keamanan Publik China mengatakan di Beijing hukuman maksimum untuk kejahatan pemisahan diri adalah hukuman mati.
"Pedang tajam penindakan hukum akan selalu menggantung tinggi," katanya.
Namun mengenai hukuman mati ini, belum ada tanggapan yang diberikan Pemerintah Taiwan. Seorang pejabat mengatakan kepada Reuters bahwa mereka masih mencerna isi pedoman tersebut.
Isi pedoman itu memerinci apa yang dianggap sebagai kejahatan yang patut dihukum, termasuk mendorong masuknya Taiwan ke organisasi internasional yang mensyaratkan status kenegaraan, melakukan pertukaran resmi eksternal, dan menekan pihak yang mendorong penyatuan kembali.
Pedoman tersebut menambahkan klausul lebih lanjut pada apa yang dapat dianggap sebagai kejahatan yakni "tindakan lain yang berupaya memisahkan Taiwan dari China". Yang artinya dapat ditafsirkan secara luas.
Sebelumnya, Lai telah berulang kali menawarkan untuk mengadakan pembicaraan dengan China, namun ditolak. Namun memang ia berkeras bahwa hanya rakyat Taiwan yang bisa menentukan masa depan mereka.
[Redaktur: Alpredo Gultom]