WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan politik di Filipina terus meningkat. Mantan Presiden Rodrigo Duterte kembali memicu kontroversi dengan pernyataannya yang menyerukan kekerasan terhadap senator.
Dalam sebuah kampanye publik, Duterte mengusulkan untuk membunuh anggota Senat dengan ledakan bom agar ada lebih banyak kursi yang tersedia.
Baca Juga:
Belum Layak ke Semifinal, Indonesia Tersandung Lagi di Laga Kandang
"Jika kita bisa menyingkirkan sekitar 15 senator, maka kita semua bisa masuk Senat. Sayang sekali, beberapa dari mereka benar-benar menyebalkan. Tapi tidak semuanya," ujar Duterte dalam kampanye akhir pekan lalu, dikutip Senin (17/2/2025).
Ia menambahkan, "Berbicara tentang peluang, satu-satunya cara untuk melakukannya adalah dengan menggunakan bom."
Pernyataan ini muncul di tengah proses pemakzulan putrinya, Wakil Presiden Sara Duterte.
Baca Juga:
Menko Yusril Ungkap Presiden Filipina Bakal Ubah Hukuman Mary Jane
Nasib politiknya, termasuk kemungkinan pemecatan dan diskualifikasi permanen dari jabatan publik, akan ditentukan oleh Senat Filipina yang beranggotakan 24 orang, mayoritasnya merupakan sekutu Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Sidang pemakzulan diperkirakan berlangsung setelah pemilu Mei mendatang.
Sejarah Politik Duterte
Duterte dikenal sering melontarkan ancaman, terutama kepada pejabat publik, politisi, hakim, hingga aparat kepolisian.
Saat menjabat sebagai presiden (2016-2022), ia melancarkan perang brutal terhadap narkoba yang menyebabkan kematian ribuan orang.
Di bawah kepemimpinannya, sedikitnya 25 wali kota dan wakil wali kota tewas, baik dalam operasi polisi maupun oleh kelompok bersenjata yang tidak dikenal.
Data kepolisian menyebut sekitar 7.000 orang tewas dalam operasi anti-narkoba, tetapi organisasi HAM memperkirakan jumlah korban mencapai 30.000 jiwa.
Kasus ini kini tengah diselidiki oleh Pengadilan Kriminal Internasional.
Dalam kampanye terbaru, Duterte juga kembali menuduh Presiden Marcos Jr sebagai pengguna narkoba, bahkan menyebutnya sebagai "pengguna heroin terus-menerus." Pernyataan itu memperburuk ketegangan antara keluarga Duterte dan Marcos.
Aliansi politik Sara Duterte dan Marcos Jr yang terbentuk pada Pemilu 2022 telah runtuh sejak tahun lalu.
Konflik kian memanas setelah pada November 2024, Sara Duterte dalam pidatonya mengklaim pernah memerintahkan pembunuhan Marcos dan membayangkan memenggal kepala presiden.
Akibat pernyataannya itu, pada Rabu lalu, Biro Investigasi Nasional Filipina merekomendasikan tuntutan pidana terhadap Wakil Presiden Sara Duterte atas ancaman pembunuhan terhadap Marcos Jr.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]