WahanaNews.co | Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev menegaskan, bahwa 'bodoh' jika meyakini sejumlah sanksi-sanksi negara barat kepada Rusia itu berdampak bagi pemerintah Moskow.
Seperti diketahui, sejumlah sanksi dijatuhkan Barat terhadap para pejabat hingga pebisnis dan anggota parlemen Rusia terkait invasi ke Ukraina.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Sejumlah sanksi dari negara Barat itu bahkan secara spesifik menargetkan pengusaha dan miliarder Rusia yang diyakini menjalin hubungan erat dengan Presiden Vladimir Putin, seperti dilansir dari BBC, Sabtu (25/3/22).
Penegasan bahwa sanksi Barat tidak akan mempengaruhi pemerintah Rusia itu disampaikan Medvedev yang kini menjadi Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia, badan konstitusional kepresidenan Rusia yang menyusun keputusan presiden untuk urusan keamanan nasional dan hal-hal yang menjadi kepentingan strategis.
Dewan Keamanan Rusia diketahui terdiri atas para pejabat tinggi Rusia juga kepala badan pertahanan serta keamanan, dan dipimpin langsung oleh Presiden Rusia, dalam hal ini Putin.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
"Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri: Bisakah salah satu dari pengusaha besar ini memiliki pengaruh kuantum terkecil terhadap posisi kepemimpinan negara?" tanya Medvedev dalam wawancara dengan kantor berita Rusia, RIA.
"Saya secara terang-terangan memberitahu Anda: tidak, tidak mungkin," tegas Medvedev yang menjabat Presiden Rusia periode tahun 2008-2012.
Namun demikian, para analis meyakini bahwa sanksi yang menargetkan oligarki Rusia bisa mempengaruhi pemerintah Rusia, karena mereka dinilai bisa menekan Putin untuk mengubah strateginya.
"Orang-orang terkaya Rusia jauh lebih baik dari warga biasa untuk berkomunikasi dengan Putin soal bagaimana invasinya menghancurkan negaranya sendiri," sebut profesor sosiologi Brooke Harrington, yang meneliti kekayaan offshore dari para konglomerat.
"Gaya hidup mewah yang dijalani para oligarki dan keluarganya berarti mereka sangat rentan terhadap tekanan eksternal," imbuh Harrington dalam tulisan kolom untuk The Atlantic.[jef]