WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI angkat bicara setelah tim perwakilan Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi Negara Melanesia (MSG) dituduh mencoba mempengaruhi dan mengancam jurnalis media Selandia Baru, Radio New Zealand (RNZ), pada akhir Agustus yang lalu.
Direktur Jenderal Asia Pasifik Kemlu RI, Abdul Kadir Jailani, dengan tegas menyatakan bahwa delegasi Indonesia tidak pernah melakukan tindakan seperti itu terhadap jurnalis.
Baca Juga:
Dituding Langgar UU Pers, Kejagung Dinilai Kebablasan Jerat Direktur JAK TV
"Penyuapan tak pernah jadi kebijakan dan pendekatan dengan wartawan," ungkap Kadir, mengutip CNNIndonesia.com, Kamis (7/9/2023).
Menurutnya, Indonesia tak memiliki kepentingan untuk mengintimidasi wartawan.
Berdasarkan laporan RNZ, dugaan tindakan suap dan intimidasi tersebut berawal ketika seorang jurnalis mereka, Kelvin Anthony, sedang melakukan liputan tentang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara Melanesia, Melanesian Spearhead Group (MSG), yang berlangsung pada tanggal 23-24 Agustus yang lalu.
Baca Juga:
Profesi Wartawan Terseret Konten Parodi, Ini Reaksi Tokoh Pers dan Pengamat soal Konten Saif Hola
Seorang pejabat Indonesia yang terlihat menjadi bagian dari delegasi RI dalam KTT MSG tersebut, yaitu Ardi Nuswantoro, menawarkan kepada Anthony sebuah kesempatan untuk melakukan wawancara eksklusif dengan Duta Besar Indonesia untuk Australia, Siswo Pramono.
Tawaran wawancara tersebut muncul setelah Nuswantoro menginformasikan kepada Anthony beberapa hari sebelumnya bahwa pemerintah RI merasa tidak puas dengan liputan RNZ mengenai Papua.
Setelah berkomunikasi secara langsung dan melalui media daring, Ardi mengundang Anthony untuk bertemu di Holiday Inn Resort pada tanggal 23 Agustus pukul 12.00 untuk melakukan wawancara dengan Siswo. Dugaan tindakan suap terjadi antara pukul 13.00 hingga 13.10 waktu setempat setelah wawancara dilakukan.
"Saya ditawari wawancara eksklusif dengan Duta Besar Indonesia untuk Australia di pertemuan MSG setelah sebelumnya diberitahu sebelumnya oleh Ardi Nuswantoro bahwa pemerintahannya tidak menyukai apa yang RNZ telah tayangkan terkait Papua Barat dan mengatakan itu (berita) tidak seimbang," kata Anthony, dikutip RNZ.
Anthony lantas memberi tahu delegasi bahwa RNZ berupaya melakukan segala upaya untuk bersikap seimbang dan adil dalam memberitakan isu Papua ini.
"Kami ingin memihak Indonesia juga. Namun, kami perlu kesempatan untuk berbicara secara terbuka (bisa dikutip dan diberitakan)," kata dia.
Saat wawancara, Anthony mengajukan serangkaian pertanyaan termasuk masalah hak asasi manusia di Papua Barat, pertemuan MSG, fokus pemerintah Indonesia di pasifik. Wawancara ini berlangsung selama lebih dari 40 menit.
"Saya pikir saya menghasilkan cerita yang kuat dari pertemuan tersebut yang menyentuh isu-isu sensitif tetapi relevan yang melibatkan Indonesia, isu Papua Barat, dan Pasifik," ujar dia.
Setelah wawancara, Anthony bercerita diantar keluar menuju ruang tunggu oleh setidaknya tiga pejabat Indonesia.
Ardi kemudian bertanya ke Anthony bagaimana dia pulang dan apakah dia punya mobil.
Saat berjalan ke tempat parkir, pejabat yang sama mengikuti Anthony.
"Dan saat kami hendak mendekati mobil, dia mengatakan, 'Delegasi Indonesia ingin memberikan tanda terima kasih kepada Anda.'"
"Saya bertanya kepadanya, 'Apa itu?' Dia menjawab, 'Hadiah kecil'.
"Saya tanya lagi, 'Tapi, apa ini?' Dia menjawab 'uang," kata Anthony menirukan insiden itu seperti dikutip RNZ.
Anthony terkejut dan menolak uang karena bisa dianggap membahayakan laporan da mengganggu kredibilitas jurnalis.
Pejabat Indonesia tersebut kemudian mengundurkan diri dan mengucapkan permintaan maaf karena telah mengajukan tawaran uang.
Sebagai konsekuensi dari kejadian tersebut, RNZ pada saat itu memilih untuk tidak mengudaraan hasil wawancaranya dengan Dubes Siswo.
Terkait dugaan intimidasi, Anthony kembali berinteraksi dengan pejabat Indonesia yang sebelumnya menawarkan uang pada tanggal 24 Agustus, hari terakhir KTT MSG.
Ia melaporkan bahwa pejabat yang sama terus mengikutinya ke mana-mana. Pejabat tersebut juga mengirimkan klip video yang menunjukkan tindakan kekerasan oleh penduduk asli Papua.
"Saya merasa sedikit terintimidasi, tetapi saya berusaha untuk tetap berada di dekat jurnalis lokal sebisa mungkin sehingga saya dapat menghindari pejabat Indonesia yang mencoba mendekati saya," ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]