Aksi tersebut dihadiri oleh ribuan pembangkang Iran, termasuk Rudy Giuliani, pengacara pribadi Presiden AS Donald Trump saat itu.
Namun, temuan Austria ini kontras dengan pernyataan resmi intelijen AS.
Baca Juga:
Ketegangan AS-Iran Kembali Membara Lewat 'Mulut Pedas' Trump
Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, dalam sidang Komite Intelijen Senat pada Maret lalu menyatakan bahwa intelijen AS masih berpendapat Iran tidak sedang membangun senjata nuklir.
“Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei belum mengesahkan program senjata nuklir yang ditangguhkannya pada tahun 2003,” ujar Gabbard.
Laporan Austria juga menyebut Iran telah membangun jaringan penghindaran sanksi yang canggih dan disebut turut menguntungkan Rusia.
Baca Juga:
Tak Jera Dihajar Iran, Israel Kembali Umbar Nyali Ingin Habisi Khamenei
Temuan ini berpotensi memperumit kebijakan luar negeri Presiden Trump, yang sebelumnya menyampaikan keinginannya untuk membuka kembali negosiasi dengan Teheran terkait program nuklirnya.
Menanggapi laporan tersebut, seorang pejabat Gedung Putih mengatakan kepada Fox News, “Presiden Trump berkomitmen agar Iran tidak pernah memperoleh senjata nuklir atau kapasitas untuk membangunnya.”
Sebelumnya, pada 2023, intelijen Eropa juga mengungkap bahwa Iran terus berupaya mendapatkan teknologi penting bagi program nuklirnya, bahkan setelah penandatanganan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2015.