WahanaNews.co | Usai
berhasil merebut ibu kota Afghanistan dan menguasai istana kepresidenan, Taliban tak hanya menguasai politik
tetapi juga hasil perkebunan Afghanistan yang menggiurkan, yakni opium dan
heroin.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
Amerika Serikat (AS) menghabiskan lebih dari USD 8 miliar
selama 15 tahun dalam upaya memberantas perdagangan opium dan heroin
Afghanistan. Segala cara mereka lakukan dari pemberantasan opium, serangan
udara, hingga penggerebekan di laboratorium yang dicurigai. Namun strategi itu
gagal.
Ketika AS mengakhiri perang terpanjangnya, Afghanistan tetap
menjadi pemasok opium ilegal terbesar di dunia dan tampaknya akan tetap
demikian setelah Taliban mengambil alih kekuasaan di Kabul.
Kehancuran yang meluas selama perang, jutaan orang terusir
dari rumahnya, pemotongan bantuan asing, dan berbagai kerugian memicu krisis
ekonomi dan kemanusiaan di Afghanistan. Hal ini banyak warga Afghanistan yang
miskin bergantung pada perdagangan narkotika untuk bertahan hidup.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
Ketergantungan itu mengancam akan membawa lebih banyak
ketidakstabilan ketika Taliban, kelompok bersenjata lainnya, panglima perang
etnis, dan pejabat publik yang korup bersaing mendapatkan keuntungan dan kekuasaan
atas hasil narkoba di tanah tersebut.
Beberapa pejabat PBB dan AS khawatir jatuhnya Afghanistan ke
dalam kekacauan menciptakan kondisi untuk produksi opium ilegal yang lebih
tinggi dan berpotensi memberi keuntungan bagi Taliban.
"Taliban mengandalkan perdagangan opium Afghanistan
sebagai salah satu sumber pendapatan utama mereka. Lebih banyak produksi,
membuat harga obat-obatan menjadi lebih murah dan lebih menarik, dan karenanya
aksesibilitasnya pun lebih luas," kata Cesar Gudes, UN Office of Drugs and
Crime (UNODC) Kabul seperti dikutip dari Reuters, Kamis (19/8/2021).
Produksi berlimpah
Petani Afghanistan mempertimbangkan banyak sekali faktor
dalam memutuskan berapa banyak opium yang akan ditanam. Ini berkisar dari curah
hujan tahunan dan harga gandum, tanaman alternatif utama untuk opium, hingga
harga opium, dan heroin dunia.
Namun, bahkan selama kekeringan dan kekurangan gandum,
ketika harga gandum meroket, para petani Afghanistan telah menanam opium dan
mengekstrak adonan opium yang disuling menjadi morfin dan heroin.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak yang memasang panel
surya buatan China untuk memberi daya pada sumur air dalam guna memproduksi
obat-obatan ilegal.
Menurut UNODC, produksi opium di Afghanistan merupakan yang
tertinggi dalam empat tahun terakhir. Bahkan ketika pandemi COVID-19
berkecamuk, penanaman opium melonjak 37% tahun lalu.
"Narkotika gelap adalah "industri terbesar" di negara
itu kecuali untuk perang," kata Barnett Rubin, mantan penasihat Departemen
Luar Negeri di Afghanistan.
UNODC melaporkan, perkiraan produksi opium tertinggi
sepanjang masa ditetapkan pada tahun 2017 sebesar 9.900 ton atau senilai USD
1,4 miliar dalam penjualan oleh petani atau sekitar 7% dari PDB Afghanistan.
Ketika nilai obat-obatan untuk ekspor dan konsumsi lokal
diperhitungkan, bersama dengan bahan kimia prekursor yang diimpor, UNODC
memperkirakan keseluruhan ekonomi opiat ilegal negara itu di tahun tersebut
sebanyak USD 6,6 miliar.
Para ahli menyebutkan, Taliban dan para pejabat publik korup
Afghanistan telah lama terlibat dalam perdagangan narkotika.
PBB berpendapat bahwa Taliban terlibat dalam semua aspek,
mulai dari penanaman opium, ekstraksi opium, dan perdagangan hingga menuntut
"pajak" dari petani dan laboratorium obat-obatan hingga membebankan biaya
penyelundup untuk pengiriman menuju Afrika, Eropa, Kanada, Rusia, Timur Tengah,
dan bagian lain di Asia.
Pejabat PBB melaporkan bahwa Taliban kemungkinan memperoleh
lebih dari USD 400 juta antara 2018 dan 2019 dari perdagangan narkoba.
Sedangkan laporan Special Inspector General for Afghanistan
(SIGAR) AS Mei 2021 mengutip seorang pejabat AS, memperkirakan bahwa Taliban
memperoleh hingga 60% dari pendapatan tahunan mereka dari narkotika gelap. [qnt]