WAHANANEWS.CO, Jakarta - Serangan rudal Iran yang membombardir jantung wilayah Israel bukan hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga mengguncang secara psikologis bangsa penjajah tersebut.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah sejak pendirian entitas Zionis tahun 1948, rakyat Israel merasakan teror yang merata dan berkepanjangan, langsung di dalam wilayah yang mereka anggap aman.
Baca Juga:
Iran Luncurkan Rudal ‘400 Detik ke Tel Aviv’, Dunia Gemetar Hadapi Fattah-1
Sumber-sumber berbahasa Ibrani melaporkan lonjakan hingga 350% dalam panggilan ke pusat bantuan trauma psikologis di Israel menyusul gelombang serangan rudal balasan dari Iran.
Fenomena ini mencerminkan tekanan mental besar-besaran yang menjalar di tengah masyarakat Zionis.
Harian Ibrani Maariv menulis bahwa hanya dalam beberapa jam setelah serangan dahsyat dari Teheran, ribuan warga Israel mencari bantuan psikologis.
Baca Juga:
Tak Bisa Ditembus Jet Israel, Markas Nuklir Fordow Butuh Bom Monster Milik AS
Asosiasi Pusat Trauma Israel mencatat peningkatan luar biasa dalam permintaan layanan darurat bagi korban trauma perang.
Menurut Efrat Shafrut, Direktur Jenderal lembaga tersebut, lonjakan panggilan datang dari berbagai penjuru wilayah pendudukan.
“Orang-orang menelepon dan mengatakan mereka kehilangan kendali dan terlalu takut untuk meninggalkan tempat penampungan,” ujarnya.
Gejala yang mereka alami mencakup serangan panik, gemetar, menangis histeris, jantung berdebar kencang, dan kecemasan yang melumpuhkan.
Para pengamat menyatakan bahwa skala dan presisi operasi Iran kali ini telah menanamkan ketakutan mendalam pada pemukim ilegal Israel. Ini bukan sekadar serangan biasa, ini adalah trauma kolektif yang belum pernah dirasakan warga Zionis dalam tujuh dekade terakhir.
Selama tiga hari berturut-turut, publik Israel hidup dalam bayang-bayang kepanikan.
Media Ibrani yang biasanya garang dengan retorika perang kini berubah total, menampilkan wajah-wajah ketakutan, puing-puing kehancuran, dan laporan rumah sakit yang kewalahan menerima korban.
Saluran televisi nasional Israel yang dahulu gencar menyuarakan seruan perang kini dipenuhi liputan memilukan tentang keluarga yang tercerai-berai, warga sipil yang kehilangan rumah, dan perdebatan tentang kegagalan sistem perlindungan nasional.
Transformasi besar dalam nada media ini menjadi bukti nyata dampak psikologis yang sangat dalam dari operasi militer Iran.
Ini bukan sekadar kekalahan strategis, tapi juga guncangan emosional yang dapat mengubah persepsi publik Israel tentang keamanan, perang, dan masa depan mereka di tanah yang terus mereka duduki.
Dampak psikologis ini kini menjadi medan baru dalam konflik Israel-Iran, yang menandai babak baru peperangan: bukan hanya pertarungan senjata, tapi juga perebutan kekuatan atas pikiran dan keberanian sebuah bangsa.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]