WahanaNews.co | Jerman
mengutus kapal perang kelas fregat "Bayern" ke kawasan Indo-Pasifik untuk
pertama kalinya, selama hampir 20 tahun
di tengah panasnya isu Laut China Selatan.
ass="MsoNormal">
Baca Juga:
Thomas Muller Resmi Pensiun dari Tim Nasional Jerman Setelah 14 Tahun Berkarier
Dikutip dari AFP, kapal tersebut berlayar dari pelabuhan
Wilhelmshaven dengan mengangkut lebih dari 200 tentara untuk misi enam bulan
demi memperkuat kehadiran Jerman di kawasan. Tujuannya adalah Singapura, Korea
Selatan, dan Australia.
Kapal ini juga dilaporkan akan melewati Laut Cina Selatan,
titik api ketegangan antara China dan sejumlah negara tetangganya di kawasan
itu serta sekutu mereka Amerika Serikat.
"Pesannya jelas: kami membela nilai-nilai dan
kepentingan kami bersama dengan mitra dan sekutu kami," kata Menteri
Pertahanan Annegret Kramp-Karrenbauer sebelum keberangkatan kapal, Senin (2/8).
Baca Juga:
Euro 2024: Slovenia vs Serbia Berakhir Imbang 1-1
"Bagi mitra kami di Indo-Pasifik, adalah kenyataan
bahwa rute laut tidak lagi terbuka dan aman, dan klaim wilayah yang diterapkan
oleh hukum adalah benar," imbuh dia.
Namun, Menhan Jerman berkukuh bahwa misi itu tidak ditujukan
terhadap negara tertentu sambil menyebut bahwa Jerman pihaknya menawarkan untuk
mengunjungi pelabuhan China "untuk mempertahankan dialog".
Kapal itu juga akan mengambil bagian dalam misi
anti-pembajakan Atalanta Uni Eropa di Afrika Timur dan membantu memantau sanksi
PBB terhadap Korea Utara.
"Indo-Pasifik adalah tempat menentukan bentuk tatanan
internasional masa depan. Kami ingin membantu membentuknya dan bertanggung
jawab atas tatanan internasional berbasis aturan," kata Menteri Luar
Negeri Heiko Maas, Minggu.
Diketahui, China mengklaim hampir semua laut yang kaya
dengan sumber daya alam, yang menjadi lalu lintas perdagangan bernilai
triliunan dolar AS setiap tahun.
Hal itu memicu ketegangan dengan sejumlah negara, seperti
Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Taiwan.
Klaim itu juga menyulut ketegangan baru dengan Amerika
Serikat, yang berkepentingan terhadap sekutunya dan hegemoni di kawasan.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, pada pekan lalu, menekankan bahwa klaim
China "tidak memiliki dasar dalam hukum internasional".
Jerman, sekutu utama AS, biasanya enggan mengambil peran
militer di panggung internasional, dan sering mendesak hubungan yang tidak
terlalu konfrontatif dengan Beijing.
Namun, arah Berlin terhadap China berubah lewat pedoman baru
pemerintah Jerman yang diterbitkan pada tahun 2020 untuk memperkuat hubungan
dengan mitra di Asia Tenggara.
Pada bulan Maret, UE juga memberikan sanksi kepada empat
pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang di
bagian barat jauh China.
Di saat yang sama, Jerman tetap memiliki hubungan ekonomi
kuat dengan Beijing.
Produsen mobil terbesar Jerman Volkswagen beroperasi di
provinsi Xinjiang, meskipun ada penahanan massal minoritas Uyghur, kasus yang
digambarkan Washington sebagai genosida. [qnt]