WahanaNews.co | Sri Lanka tengah dilanda krisis ekonomi yang berujung kericuhan di ibu kota. Imbas dari krisis ekonomi tersebut, seluruh kabinet Sri Lanka selain Presiden Gotabaya Rajapaksa dan kakak laki-lakinya Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri dari jabatan mereka, Minggu (3/4).
Negara Asia Selatan itu menghadapi kekurangan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang parah sejak merdeka dari Inggris pada 1948.
Baca Juga:
Presiden Jokowi dan Presiden Wickremesinghe Bahas Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Sri Lanka
Sebanyak 26 menteri di kabinet menyerahkan surat pengunduran diri pada pertemuan larut malam, kata menteri pendidikan Dinesh Gunawardena kepada wartawan.
Langkah itu membuka jalan bagi presiden untuk menunjuk kabinet baru pada Senin dan beberapa dari mereka yang mengundurkan diri mungkin akan diangkat kembali.
Kekosongan kabinet terjadi di tengah keadaan darurat yang diberlakukan setelah kerumunan berusaha menyerbu rumah presiden di ibu kota Kolombo, dan jam malam nasional berlaku hingga Senin pagi.
Baca Juga:
Bakamla RI Terima Kunjungan Kehormatan DSCSC Sri Lanka
Sebelumnya, Samagi Jana Balawegaya (SJB), aliansi oposisi utama Sri Lanka mengecam pemadaman media sosial yang bertujuan untuk memadamkan demonstrasi publik. Ia juga mendesak pemerintah mengundurkan diri.
"Presiden Rajapaksa lebih baik menyadari bahwa arus telah mengubah pemerintahan otokratisnya," kata anggota parlemen SJB Harsha de Silva kepada AFP.
Pasukan bersenjatakan senapan serbu otomatis bergerak untuk menghentikan protes oleh anggota parlemen oposisi dan ratusan pendukung mereka yang berusaha berbaris ke Lapangan Kemerdekaan ibu kota.
Masyarakat melancarkan protes karena kenaikan harga barang, kekurangan bahan pokok, dan pemadaman listrik bergilir.
Pengunjuk rasa menghancurkan tembok pembatas, melemparkan batu ke arah polisi, hingga membakar satu unit bus di jalan menuju kediaman Gotabaya. Para kritikus menilai akar dari krisis ini adalah salah urus ekonomi yang dilakukan pemerintah. [bay]