WahanaNews.co | Beberapa pensiunan beruban Ukraina terlihat menjadi relawan di unit Pertahanan Teritorial Pelabuhan Mariupol, Donetsk, Ukraina.
Sejumlah lansia itu bersiap berperang melawan kelompok separatis pro-Rusia kala tensi di negara itu semakin memanas.Di unit tersebut, mereka menerima pelatihan dasar senjata dan pertolongan pertama.
Baca Juga:
Lithuania Bikin Rusia Emosi, Perang Dunia Kian Dekat
Anton, seorang tukang las di umur 50-an, mengatakan ia telah mengirim keluarganya ke kerabat di pusat Ukraina. Ia sendiri memutuskan untuk tinggal di daerah tersebut demi melindungi kota dari potensi serangan.
"Jika (serangan) dimulai, saya bisa benar-benar duduk di sepeda dan mengayuhnya ke parit," ujar Anton kepada Reuters.
Dmytro Bellykov, pensiunan umur 60-an pertama kali menjadi relawan saat konflik di Ukraina pecah pada 2014. Pada Senin (21/2), ia pergi ke pusat perekrutan untuk memastikan data kerelawanan miliknya.
Baca Juga:
PBB Desak Rusia Akhiri Perang di Ukraina
"Saya ingin memastikan seluruh data saya rapi sehingga mereka tidak melupakan saya," kata Bellykov.
"Saya tahu menggunakan senjata. Saya bukan penembak yang buruk, saya bisa memperbaiki senjata," lanjutnya.
Sementara itu, relawan paling terkenal di Ukraina adalah Valentyna Kostyantynovska. Pria 79 tahun itu pernah difilmkan tengah memegang senapan serbu Kalashnikov di tempat latihan.
Ia mengatakan ingin belajar menembak setelah Rusia mencaplok Crimea dari Ukraina di 2014. Di awal tahun ini, ia bergabung dengan Pertahanan Teritorial dan dilatih sebagai tenaga medis.
"Namun kemudian saya melihat mimpi saya, senapan mesin, dan mulai belajar menggunakannya," tutur Kostyantynovska kepada Reuters di Mariupol.
"Saya tidak bisa membantu banyak, saya bisa membantu yang terluka. Saya akan menembak dan saya tahu mereka akan membunuh saya. Dan itu seharusnya, sehingga lebih sedikit masyarakat muda yang mati," katanya lagi.
Sementara itu, gedung olahraga sekolah di kubu separatis Donetsk telah diubah menjadi tempat berkumpulnya pasukan cadangan.
Jurnalis Reuters melihat sekitar 50 pria menggunakan pakaian hitam atau khaki, membawa ransel dan tas selempang.
Vladimir Radkevich, berusia 71, dan anak laki-lakinya, Roman (45) dan Denis (34), mengatakan mereka telah bergabung dalam kelompok separatis di 2014. Namun, mereka meninggalkan pasukan di 2018 dan memutuskan bekerja sebagai tukang las.
Meski demikian, konflik yang terjadi di perbatasan dalam beberapa waktu terakhir membuat mereka kembali masuk.
"Kami mengatakan kami akan kembali bila (konflik) dimulai lagi. Sejujurnya, saya merasa itu menarik saya. Sekali Anda pernah menjadi pasukan, itu berlaku selamanya. Saat ini (konflik) akan menjadi lebih sulit, ini akan menjadi kacau," ujar Roman.
"Kami bersatu, ini adalah tanah Rusia. Kami sudah terlalu lelah menunggu (konflik) ini berakhir. Ini adalah waktu mengakhirinya," ujar Vladimir.
Dua bersaudara Radkevich ditempatkan di unit yang sama dan pergi menggunakan bus pada Sabtu (19/2). Sementara itu, ayah mereka masih menunggu penempatannya.
Mengingat potensi perang yang semakin meningkat, pemimpin di daerah separatis Donetsk dan Luhansk mulai mengevakuasi perempuan dan anak-anak ke Rusia pada pekan lalu. Para pemimpin juga meningkatkan tingkat kewaspadaan militer di daerahnya.
Sebuah pesan dikirimkan ke warga pada Minggu (20/2), dan menyatakan adalah 'tugas mulia' bagi pria untuk bergabung mempertahankan tanah air mereka.
Yury, 52, pensiunan teknisi tambang, mengatakan sisi Ukraina memiliki persiapan yang lebih baik dibandingkan 2014.
"Ada instruktur, senjata baru," dan situasinya bakal lebih sulit saat ini, menurut Yury.
Selain para pria tua, seorang pria muda berkacamata mengatakan ia berperang untuk pertama kalinya.
Perang antara kelompok separatis pro-Rusia dan militer Ukraina telah terjadi selama delapan tahun. Namun, tensi yang meningkat di daerah tersebut dalam beberapa hari terakhir membuat negara Barat khawatir Rusia bakal memanfaatkan konflik ini untuk mulai menginvasi Ukraina.
Meski demikian, Moskow membantah tuduhan tersebut. [bay]