WahanaNews.co | Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak ikut-ikutan koleganya dari Amerika Serikat (AS) Presiden Joe Biden yang menggambarkan tindakan militer Rusia di Ukraina sebagai "genosida."
"Serangan verbal tidak akan membantu perdamaian lebih lanjut di Ukraina," ujar Macron dalam sebuah wawancara dengan televisi France2, seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (13/4/2022).
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Menurutnya, ia akan berhati-hati dengan istilah seperti itu dan mengatakan bahwa orang-orang Ukraina dan Rusia adalah “saudara.”
Namun pernyataan ini ditolak keras oleh otoritas Ukraina. Institute of National Remembrance Ukraina bahkan membuat beberapa infografis bulan lalu, menjelaskan bahwa orang Ukraina adalah orang Slavia berdarah murni tidak seperti orang Rusia, yang bercampur dengan suku Ugro-Finlandia.
Dalam wawancara tersebut, pemimpin Prancis itu mengatakan bahwa kekerasan yang berlanjut di Ukraina adalah "kegilaan" dan dia percaya bahwa kejahatan perang dilakukan oleh tentara Rusia di sana beserta para pelakunya harus bertanggung jawab.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
"Namun, tujuan utamanya adalah mengamankan perdamaian di Ukraina," kata Macron. “Saya tidak yakin bahwa eskalasi retorika mendukung tujuan itu,” tambahnya, merujuk pada pernyataan Biden.
Biden untuk pertama kali menggambarkan invasi Rusia sebagai genosida dalam pidatonya di Iowa pada hari Selasa. Biden juga menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "diktator."
“Anggaran keluarga Anda, kemampuan Anda untuk mengisi tangki Anda, tidak ada yang harus bergantung pada apakah seorang diktator menyatakan perang dan melakukan genosida di belahan dunia lain,” katanya dalam pidato di Iowa, merujuk pada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Biden sebelumnya menyebut pemimpin Rusia itu sebagai "penjahat perang" dan menyatakan bahwa pria itu "tidak dapat tetap berkuasa."
Kiev pada awal bulan ini menuduh Rusia melakukan genosida setelah menunjukkan apa yang diklaimnya sebagai bukti pasukan Rusia dengan sengaja membunuh warga sipil di kota Bucha, barat laut Kiev.
Moskow telah menarik pasukannya dari Ibu Kota Ukraina setelah kemajuan dicapai dalam pembicaraan damai.
Rusia membantah tuduhan itu dan mengatakan Kiev memanipulasi dan membuat bukti untuk menjebak pasukan Rusia guna meningkatkan dukungan militer Barat dan menggagalkan proses perdamaian.
Moskow menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014, dan akhirnya Rusia memberikan pengakuan atas republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Rusia sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa. [qnt]