WahanaNews.co | Mahathir
Mohamad bergabung dengan seruan para politisi yang mendesak Perdana Menteri
(PM) Malaysia Muhyiddin Yassin dan Kabinetnya untuk mundur.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Desakan Mahathir - mantan PM Malaysia - muncul setelah pemimpin
oposisi Anwar Ibrahim membuat seruan serupa terlebih dahulu.
Desakan agar PM Muhyiddin mundur ini dipicu oleh pengumuman
Menteri Urusan Hukum dan Parlemen Takiyuddin Hassan bahwa pemerintah telah
mencabut enam emergency ordinances (EO) atau peraturan darurat terkait COVID-19
tanpa persetujuan Raja Malaysia; Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah
Ri"ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah.
Menurut Mahathir, meskipun seorang menteri yang membuat
pengumuman seperti itu, namun Muhyiddin tidak dapat melepaskan diri dari
tanggung jawabnya sebagai kepala pemerintahan.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
Dia mengatakan Muhyiddin tidak berusaha untuk mengoreksi
pengumuman Menteri Takiyuddin meskipun duduk di sebelahnya, atau pada hari-hari
berikutnya.
"Oleh karena itu, dia bertanggung jawab atas tindakan
memalukan ini seperti halnya anggota Kabinet lainnya," kata Mahathir
seperti dikutip The Star, Jumat (30/7/2021).
"Oleh karena itu, dia wajib mengundurkan diri sebagai
Perdana Menteri dan anggota kabinetnya harus mengikutinya," katanya.
Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah
Ri"ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah telah menyatakan kekecewaannya yang besar
dengan keputusan pemerintah untuk mencabut enam EO tanpa persetujuannya.
Dalam sebuah pernyataan, Raja juga mengungkapkan
kekecewaannya karena pencabutan peraturan itu tidak disampaikan di Parlemen
oleh pemerintah.
Pengawas Keuangan Rumah Tangga Kerajaan Istana Negara Datuk
Ahmad Fadil Shamsuddin mengatakan dalam pernyataannya bahwa Pasal 150 (2b) dan
Pasal 150 (3) Konstitusi Federal dengan jelas menyatakan bahwa kekuasaan untuk
memberlakukan dan mencabut peraturan darurat berada di tangan Yang di-Pertuan
Agong.
"Dalam hal ini, Yang Mulia menyatakan kekecewaan atas
pernyataan 26 Juli di Parlemen bahwa pemerintah telah mencabut semua EO yang
telah diumumkan Raja selama masa darurat, meskipun Yang Mulia belum menyetujui
pencabutan itu," kata Ahmad Fadil.
Dia menambahkan bahwa Raja juga menyatakan sangat kecewa
bahwa sarannya bahwa pencabutan peraturan darurat diajukan dan diperdebatkan di
Parlemen tidak dilaksanakan.
"Usul Yang Mulia telah disepakati sebelumnya dalam pertemuan
virtual pada 24 Juli dengan Takiyuddin dan Jaksa Agung Tan Sri Idrus
Harun," katanya.
"Yang Mulia menegaskan bahwa pernyataan Menteri Urusan
Parlemen pada 26 Juli itu tidak tepat dan membingungkan anggota Parlemen,"
kata Ahmad Fadil.
Dia mengatakan Raja juga mengatakan bahwa pengajuan
pemerintah untuk mencabut EI pada 21 Juli dilakukan dengan tergesa-gesa dan
belum melalui Parlemen. [qnt]