WahanaNews.co, Jakarta - Sejumlah media asing memberikan sorotan pada kebijakan terbaru Pemerintah Indonesia yang mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk mengelola usaha pertambangan.
Salah satunya adalah Agence France-Presse (AFP), kantor berita asal Perancis. Pada hari Senin (3/6/2024), AFP menerbitkan artikel yang berjudul "Indonesia law giving religious groups mining permits sparks outrage" di situs web mereka.
Baca Juga:
Bawaslu Jakarta Barat Minta Ormas Aktif Mengawasi Tahapan Pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta
Artikel tersebut menyorotikebijakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam memberikan izin pada organisasi keagamaan untuk mengelola tambang telah memicu amarah dari para pegiat lingkungan di Indonesia, sebuah negara yang dikenal sebagai penghasil nikel terbesar di dunia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang mengatur perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, pada Kamis (30/5/2024).
Disebutkan dalam PP Nomor 25 tahun 2024, terutama dalam Pasal 34, konsesi tambang bisa diberikan kepada PBNU dalam bentuk wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Baca Juga:
Peran Ormas Penting dalam Sosialisasi Tahapan Pilkada Serentak di Sulawesi Utara
Konsesi tambang WIUPK ini, menurut pemerintah, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui ormas keagamaan.
Namun, AFP melaporkan bahwa sebuah organisasi pemerhati lingkungan hidup terkemuka di Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), mengecam peraturan tersebut sebagai upaya pemerintah untuk menjaga dan mengontrol sumber daya alam (SDA) untuk kepentingan para elit.
"Kami melihat ini sebagai transaksi antara Jokowi dan kelompok-kelompok agama," ujar koordinator nasional JATAM Melky Nahar kepada AFP pada Senin lalu.
"Kami membaca ini sebagai rasa terima kasih Jokowi kepada kelompok-kelompok agama yang telah mendukungnya selama dua periode. Ada juga kemungkinan bahwa Jokowi mencoba untuk mempertahankan pengaruh politiknya bahkan setelah masa jabatannya berakhir," tambahnya.
Di dalam artikel itu, AFP kemudian menyinggung bahwa Indonesia memiliki sumber daya pertambangan yang luas yang tersebar di ribuan pulau, dengan nikel sebagai salah satu mineral utamanya.
Indonesia tercatat memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dengan jumlah sekitar 21 juta ton, atau lebih dari seperlima dari total cadangan nikel dunia.
Nikel merupakan komponen penting dalam baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik.
AFP lalu menyajikan tanggapan dari Nahdlatul Ulama (NU), yang disebutnya sebagai organisasi Muslim terbesar di Indonesia dengan memiliki lebih dari 95 juta anggota.
Dijelaskan, bahwa NU menyatakan siap untuk melakukan pengelolaan tambang.
“Nahdlatul Ulama siap dengan sumber daya manusia yang terampil, struktur organisasi yang lengkap, dan jaringan bisnis yang kuat,” kata Ketuanya, Yahya Cholil Staquf pada Senin dalam sebuah posting di situs web mereka.
Namun, Melky Nahar dari JATAM mennganggap kelompok-kelompok keagamaan bukanlah entitas yang cocok untuk mengoperasikan tambang.
“Pertambangan adalah model ekonomi yang rapuh, dibutuhkan banyak modal dan teknologi,” katanya, sebagaimana dilaporkan AFP.
“Jika kelompok-kelompok agama ini serius ingin meningkatkan kesejahteraan anggotanya, mengapa tidak bergabung dengan bisnis yang berkelanjutan?” tambahnya.
Melansir Kompas.com, pemberitaan dari AFP mengenai Pemerintah Indonesia yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk mengelola usaha pertambangan juga dipublikasikan oleh sejumlah media asing lainnya.
Termasuk di antaranya Barron's, sebuah surat kabar mingguan Amerika yang berdiri sejak 1921, dan Business Times, surat kabar berbahasa Inggris di Singapura yang terbit sejak 1976.
Kantor berita Malaysia, Bernama, turut menerbitkan artikel terkait kebijakan Pemerintah Indonesia memberikan izin kepada ormas untuk mengelola tambang.
Dalam artikel berjudul "Indonesia's Issuance of Special Mining Licences to Community Groups Emit Mixed Reactions" yang diterbitkan pada Selasa (4/6/2024) malam, Bernama menyoroti bahwa kebijakan tersebut telah memunculkan berbagai reaksi.
Bernama mengutip pernyataan Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf yang memandang hal ini sebagai tanggung jawab yang harus dilakukan dengan profesionalisme, mengingat mereka memiliki kesiapan dalam sumber daya manusia dan infrastruktur organisasi.
Bernama kemudian menayangkan komentar Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia pada Senin, yang meyakinkan NU bahwa Pemerintah berencana memberikan konsesi tambang batu bara dengan cadangan yang cukup besar.
Sementara itu, menurut Bernama, Muhammadiyah bersikap hati-hati dalam menanggapi kebijakan Pemerintah Indonesia ini dan baru akan mengambil keputusan setelah mendapat komunikasi resmi dari pemerintah.
Di akhir laporan, Bernama menyinggung perbedaan NU dan Muhammadiyah. Disebutkan, bahwa NU yang diakui sebagai kelompok Islam terbesar di dunia, sering dianggap tradisionalis.
Sebaliknya, Muhammadiyah terkenal sebagai kelompok islam modern dan reformis terkemukan di Indonesia.
Bernama juga menyebut Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi cadangan mineral khususnya nikel yang sangat tinggi.
[Redaktur: Elsya TA]