WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dunia Katolik tengah berduka. Sosok pemimpin yang selama ini menjadi simbol kasih dan perubahan, Paus Fransiskus, menghembuskan napas terakhirnya dalam usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025).
Paus Fransiskus meninggal dunia pada pukul 07.35 waktu setempat di kediamannya, Casa Santa Marta, Vatikan. Kabar duka ini disampaikan langsung oleh Kardinal Kevin Farrell melalui pengumuman resmi.
Baca Juga:
Messi Kenang Paus Fransiskus: Sosok Dekat dan Cinta Sepak Bola
"Saudara-saudari terkasih, dengan dukacita yang mendalam saya harus mengumumkan wafatnya Bapa Suci kita, Fransiskus. Pada pukul 7.35 pagi ini, Uskup Roma, Fransiskus, kembali ke rumah Bapa," ucap Farrell sebagaimana dikutip dari Vatican News.
Jenazah Paus akan dipindahkan ke Basilika Santo Petrus pada Rabu pagi, 23 April 2025.
Malam sebelumnya, proses sertifikasi kematian dan penempatan dalam peti jenazah dilakukan dalam sebuah upacara tertutup di kapel yang terletak di lantai dasar Casa Santa Marta.
Baca Juga:
Paus Fransiskus Tutup Usia, Gereja Katedral Jakarta Siapkan Misa Khusus
Selama prosesi itu, pernyataan resmi tentang wafatnya Paus Fransiskus dibacakan dengan lantang, dan upacara yang dipimpin Kardinal Farrell tersebut berlangsung kurang dari satu jam.
Sesuai tradisi Gereja Katolik, akan ada masa berkabung selama sembilan hari yang disebut Novendia, dilanjutkan dengan prosesi pemakaman. Setelah itu, Gereja akan memasuki fase penting: konklaf pemilihan Paus baru.
Konklaf, yang digelar secara tertutup di Kapel Sistina, Vatikan, akan mempertemukan Dewan Kardinal untuk memilih pemimpin Gereja Katolik selanjutnya.
Berdasarkan peraturan yang berlaku sejak 22 Januari 2025, hanya 138 dari 252 kardinal yang memiliki hak suara—yakni mereka yang berusia di bawah 80 tahun.
Setiap hari akan diadakan empat putaran pemungutan suara hingga seorang kandidat meraih dua pertiga mayoritas suara.
Walau umumnya berlangsung antara 15 hingga 20 hari, konklaf tidak memiliki batasan waktu yang pasti.
Sebagai perbandingan, konklaf tercepat tercatat pada 1939, ketika Paus Pius XII terpilih hanya dalam satu hari. Sementara itu, konklaf terlama terjadi di Viterbo, Italia, pada 1268 dan berlangsung selama sembilan tahun.
Paus Fransiskus sendiri terpilih setelah melalui lima kali pemungutan suara selama dua hari. Sebelumnya, Benediktus XVI terpilih hanya dalam empat pemungutan suara.
Kini, muncul sederet nama yang diprediksi berpeluang menggantikan posisi Paus Fransiskus. Berikut beberapa calon kuat:
1. Kardinal Peter Erdo
Uskup Agung Budapest berusia 72 tahun ini disebut-sebut sebagai salah satu kandidat terkuat.
Pernah dua kali menjabat kepala Dewan Konferensi Episkopal Eropa, Peter Erdo memiliki dukungan luas dari para kardinal Eropa dan mengenal banyak tokoh gereja Afrika.
2. Kardinal Reinhard Marx
Mantan presiden konferensi uskup Jerman berusia 71 tahun ini dikenal vokal dalam isu reformasi Gereja melalui proses "jalur sinode".
Tahun 2021, ia bahkan sempat menawarkan pengunduran diri akibat skandal pelecehan di Gereja Jerman, namun ditolak oleh Paus Fransiskus. "Saya meminta Anda tetap tinggal," kata Paus kala itu.
3. Kardinal Marc Ouellet
Berusia 80 tahun, Ouellet berasal dari Kanada dan sempat memimpin kantor uskup Vatikan.
Meski dikenal lebih konservatif, ia tetap merekomendasikan uskup-uskup berpikiran pastoral, sesuai visi Fransiskus tentang kedekatan uskup dengan umatnya.
4. Kardinal Pietro Parolin
Berusia 70 tahun dan berasal dari Italia, Parolin adalah Sekretaris Negara Vatikan sejak 2014.
Ia dianggap sebagai sosok yang akan melanjutkan gaya kepemimpinan Fransiskus, dengan pendekatan diplomatik yang tenang. Parolin pernah menjadi duta besar Vatikan untuk Venezuela dan sangat memahami dinamika Gereja di Amerika Latin.
5. Kardinal Robert Prevost
Pria kelahiran Chicago berusia 69 tahun ini memiliki pengalaman panjang sebagai misionaris dan uskup di Peru.
Saat ini, ia menjabat prefek departemen khusus uskup di Vatikan, yang menangani pencalonan uskup di seluruh dunia.
Sejak 2014, ia diawasi langsung oleh Paus Fransiskus dan kemudian dibawa ke Roma pada 2023 untuk menempati pos strategis.
6. Kardinal Robert Sarah
Dari Guinea, Robert Sarah (79) adalah pensiunan kepala kantor liturgi Vatikan. Ia disukai oleh kalangan konservatif dan pernah berseberangan dengan Paus Fransiskus dalam isu selibat.
Salah satu perbedaan pandangannya mencuat ketika ia bersama Paus Benediktus menulis buku untuk mempertahankan praktik selibat di tengah wacana pelonggaran aturan tersebut.
7. Kardinal Christoph Schoenborn
Uskup Agung Wina berusia 80 tahun ini adalah murid Paus Benediktus dan memiliki rekam jejak intelektual doktriner.
Namun ia juga dikenal mendukung inisiatif Paus Fransiskus dalam mendekati umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi.
Pengalamannya yang sangat personal—orang tuanya bercerai saat ia masih remaja—membentuk kepekaannya terhadap isu-isu keluarga.
8. Kardinal Luis Antonio Tagle
Uskup Agung Manila periode 2011–2020 ini kini menjabat sebagai pro-prefect evangelisasi Vatikan. Lahir di Filipina, Luis Tagle (67) sering disebut sebagai calon kuat Paus Asia pertama.
Ia dikenal karena kepedulian terhadap keadilan sosial dan akar Tionghoanya yang menjadikannya simbol inklusivitas Gereja.
"Saya tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih, tapi saya juga menyaksikan kemiskinan yang memilukan," ujarnya dalam salah satu wawancara.
Dengan wafatnya Paus Fransiskus, umat Katolik di seluruh dunia kini menantikan siapa yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan tertinggi Gereja.
Apakah dunia akan menyaksikan Paus Asia pertama dalam sejarah? Ataukah tradisi lama akan kembali berulang?
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]