WAHANANEWS.CO, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan Israel menolak 107 permintaan masuknya bahan-bahan bantuan ke Jalur Gaza sejak gencatan senjata yang dimulai pada 10 Oktober, sehingga menghambat pengiriman pasokan kemanusiaan penting yang sangat dibutuhkan warga sipil di wilayah tersebut.
Juru Bicara PBB, Farhan Haq, dalam konferensi pers pada Kamis (7/11/2025), mengatakan bantuan yang ditolak meliputi selimut, pakaian musim dingin, serta peralatan dan bahan untuk menjaga serta mengoperasikan layanan air, sanitasi, dan kebersihan.
Baca Juga:
Motor Hilang Dikembalikan Polisi, Andri : Saya Bersyukur dan Bangga Dengan Polres Muaro Jambi
“Mitra kami melaporkan bahwa sejak gencatan senjata, otoritas Israel telah menolak 107 permintaan masuknya bantuan, termasuk selimut, pakaian musim dingin, serta peralatan dan bahan untuk memelihara dan mengoperasikan layanan air, sanitasi, dan kebersihan,” ujar Haq.
Ia menjelaskan hampir 90 persen dari permohonan yang ditolak tersebut berasal dari lebih dari 330 organisasi non-pemerintah lokal dan internasional, dengan lebih dari separuhnya ditolak karena dianggap tidak berwenang membawa barang bantuan ke Gaza.
Menurut Haq, sebagian bantuan yang ditolak otoritas Israel dianggap berada di luar cakupan bantuan kemanusiaan, sementara sisanya dikategorikan sebagai “barang dwiguna”, seperti kendaraan, suku cadang, panel surya, mesin sinar-X, jamban bergerak, dan generator listrik.
Baca Juga:
AS Rancang “Sabuk Kemanusiaan Gaza”, Ganti GHF dengan Pusat Bantuan Internasional
“Mitra kami menyebutkan bahwa barang-barang lainnya dikategorikan sebagai barang dwiguna, mulai dari kendaraan dan suku cadangnya hingga panel surya, beberapa jenis jamban bergerak, mesin sinar-X, dan generator,” katanya.
Mengutip laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Haq menyampaikan bahwa serangan udara dan pengeboman terhadap bangunan warga sipil masih terus terjadi di beberapa wilayah di mana militer Israel beroperasi, terutama di Khan Younis timur, Kota Gaza timur, dan Rafah.
“Serangan Israel di dekat ‘garis kuning’ terus berlanjut sehingga menimbulkan korban jiwa. Aktivitas militer ini membahayakan warga sipil, termasuk pekerja bantuan,” ujar Haq sambil menegaskan kewajiban Israel untuk melindungi warga sipil selama operasi militernya.
“Garis kuning” merujuk pada zona pemisah dalam perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang berlaku sejak 10 Oktober, di mana wilayah timur masih dikendalikan militer Israel, sementara bagian barat diperuntukkan bagi aktivitas warga Palestina.
Terkait pergerakan warga, Haq menyebutkan bahwa sejak dimulainya gencatan senjata, tercatat lebih dari 680 ribu pergerakan dari selatan ke utara Gaza, serta hampir 113 ribu pergerakan dari barat ke timur Khan Younis.
“Namun, mitra kami menyatakan bahwa banyak pengungsi memilih bertahan di lokasi mereka saat ini karena kerusakan yang sangat luas, minimnya alternatif, serta ketidakpastian terhadap keselamatan dan layanan di daerah asal mereka,” tambah Haq.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]