WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengerahkan kekuatan militer dalam menangani isu migrasi.
Sekitar 200 marinir dikirim ke Florida pada Kamis (3/07/2025) untuk membantu razia imigran yang dipimpin oleh Badan Penegakan Imigrasi dan Cukai (ICE), atas permintaan Departemen Keamanan Dalam Negeri.
Baca Juga:
Zohran Mamdani Dituding Komunis, Trump Ancam Bekukan Dana Kota
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, telah memberikan lampu hijau untuk pengerahan ini.
Bahkan, ia menyetujui penambahan hingga 700 tentara yang juga mencakup dukungan di negara bagian Louisiana dan Texas.
Komando Utara AS menegaskan bahwa marinir yang ditugaskan tidak akan menjalankan fungsi penegakan hukum.
Baca Juga:
Ketegangan AS-Iran Kembali Membara Lewat 'Mulut Pedas' Trump
“Marinir yang berpartisipasi dalam misi ini akan menjalankan tugas yang sama sekali bukan tugas penegakan hukum,” demikian pernyataan resmi mereka yang dikutip oleh AFP.
Mereka hanya akan mendukung dari sisi administratif dan logistik, dan “secara khusus dilarang melakukan kontak langsung dengan individu yang berada dalam tahanan ICE atau terlibat dalam aspek apa pun dari rantai tahanan,” tambah Komando Utara.
Pengerahan terbaru ini menyusul tindakan serupa yang dilakukan Trump sebulan sebelumnya, ketika ia mengirim 4.000 anggota Garda Nasional dan 700 marinir ke Los Angeles, California.
Langkah tersebut diambil setelah gelombang protes masyarakat terhadap operasi ICE di wilayah tersebut.
Warga Los Angeles saat itu melakukan aksi perlawanan terhadap petugas ICE, termasuk membakar kendaraan operasional.
Sebagai respons, Trump menandatangani memo yang memanfaatkan pasal Title 10 untuk mengerahkan pasukan Garda Nasional guna mengendalikan situasi.
Menurut Trump, protes tersebut telah mengganggu kerja aparat federal. Ia bahkan menyebutnya sebagai “bentuk pemberontakan” terhadap pemerintah.
Namun, Gubernur California Gavin Newsom dengan tegas menolak pengerahan pasukan ke wilayahnya.
Ia menilai tindakan Trump adalah “pelanggaran serius terhadap kedaulatan negara bagian” dan hanya memperburuk situasi yang sebenarnya bisa dikendalikan oleh aparat lokal.
Meski demikian, pemerintahan Trump tetap bersikukuh bahwa kehadiran pasukan diperlukan untuk menekan kekacauan dan menjaga keamanan aset serta personel pemerintah pusat.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]