WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin kembali menegaskan sikap kerasnya terkait upaya perdamaian dengan Ukraina.
Ia menuturkan bahwa satu-satunya jalan menuju kesepakatan damai adalah jika Ukraina bersedia menyerahkan wilayah yang saat ini masih diperebutkan.
Baca Juga:
Macron Tegaskan Eropa Wajib Terlibat dalam Dialog Trump–Putin Soal Ukraina
Putin juga menyebut bahwa usulan rencana perdamaian yang diajukan Amerika Serikat berpotensi menjadi dasar perundingan, meskipun masih memerlukan pembahasan lebih lanjut.
Dalam pernyataannya, Putin tetap berpegang pada tuntutan maksimalis.
Ia mengharuskan pasukan Ukraina untuk meletakkan senjata dan mundur sepenuhnya dari area yang diklaim Rusia.
Baca Juga:
Rusia Pimpin Revolusi Energi Nuklir Lewat Siklus Bahan Bakar Tertutup
Ia bahkan memperingatkan bahwa apabila Kyiv tidak memenuhi tuntutan tersebut, Moskow akan memaksakannya melalui kekuatan militer.
Pernyataan itu disampaikan sebagaimana dilaporkan The Independent, Jumat (28/11/2025).
Pernyataan tegas ini muncul di tengah meningkatnya aktivitas diplomatik antara Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat, yang mencoba membuka kembali jalur negosiasi setelah berbulan-bulan stagnan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan bahwa delegasi Ukraina dan AS akan menggelar pertemuan pekan ini guna mendiskusikan jaminan keamanan bagi Kyiv isu yang selama ini menjadi hambatan utama dalam proses perdamaian.
Selain itu, utusan khusus AS Steve Witkoff dijadwalkan melakukan kunjungan resmi ke Rusia dalam waktu dekat.
Langkah ini dimaksudkan untuk mendorong kelanjutan dialog dan mencari titik temu atas sejumlah usulan yang masih tertahan.
Di sisi lain, kepala negosiator Ukraina, Andriy Yermak, kembali menegaskan bahwa negaranya tidak akan pernah menyerahkan wilayah kepada Rusia, termasuk daerah-daerah yang sejak awal menjadi pusat konflik.
Sementara itu, Putin mengklaim bahwa pasukan Rusia telah mengepung kota strategis Pokrovsk di Donetsk, meskipun hingga kini klaim tersebut belum dapat diverifikasi secara independen.
Sengketa mengenai status masa depan wilayah-wilayah di Donbas menjadi hambatan paling krusial dalam proses perundingan.
Pemerintah Ukraina berulang kali mengingatkan bahwa wilayah tersebut tidak dapat diserahkan karena bertentangan dengan konstitusi negara.
Putin di sisi lain mengatakan bahwa setiap perjanjian yang dicapai akan tetap dianggap ilegal oleh Rusia karena Moskow tidak mengakui pemerintahan Kyiv sebagai otoritas sah.
Ia juga menuntut agar keuntungan teritorial Rusia diakui secara internasional dalam setiap perjanjian yang kemungkinan dibuat.
Rancangan rencana perdamaian yang dibawa AS disebut-sebut mencantumkan opsi bahwa Washington dapat mengakui wilayah tertentu sebagai bagian de facto dari Rusia dalam kondisi tertentu.
Sementara dinamika itu berlangsung, negara-negara Eropa mulai menyusun kerangka pasukan penjamin keamanan yang dapat dikerahkan jika tercapai gencatan senjata.
Turki telah menyatakan kesiapannya untuk ambil bagian dalam misi tersebut.
Sementara itu, Prancis, Inggris, dan Jerman terus melakukan koordinasi untuk mendorong terobosan diplomatik yang lebih besar di tengah kebuntuan konflik yang berkepanjangan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]