WahanaNews.co | Sebagai hasil kesepakatan AUKUS yang melibatkan Inggris dan Amerika Serikat, Australia secara resmi membentuk program kapal selam nuklir untuk negaranya, pada Senin (22/11).
Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton menandatangani perjanjian yang mengizinkan pertukaran informasi penggerak nuklir angkatan laut di antara ketiga negara. Penandatanganan ini juga dilakukan oleh Kuasa Usaha AS Michael Goldman dan Komisaris Tinggi (Duta Besar) Inggris Victoria Treadell.
Baca Juga:
Australia Mau Larang Anak di Bawah 16 Tahun Main Medsos, Ini Alasannya
Mengutip AFP, perjanjian ini merupakan perjanjian teknologi yang pertama ditandatangani secara publik sejak kesepakatan AUKUS diumumkan pada September lalu.
"Perjanjian itu akan memungkinkan kerja sama yang selanjutnya akan meningkatkan postur pertahanan bersama," kata Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan pada Jumat (19/11), beberapa hari sebelum acara penandatanganan Dutton.
Dalam kesepakatan AUKUS, Australia akan mendapatkan delapan kapal selam canggih bertenaga nuklir yang mampu melakukan misi jarak jauh secara diam-diam. Kesepakatan ini juga memberikan celah bagi ketiga negara untuk membagi pengetahuan siber, kecerdasan buatan, kuantum, dan informasi bawah laut.
Baca Juga:
Program CSR Akar Basah PEP Tarakan Field Dapat Perhatian APOGCE 2024
Kesepakatan AUKUS sendiri tengah menuai amarah dari China. Negara Tirai Bambu itu menganggap kesepakatan ini sebagai ancaman yang sangat tak bertanggung jawab di wilayah Asia-Pasifik.
Prancis juga ikut kesal, mengingat Australia secara tak langsung membatalkan kontrak kapal selam yang terjalin antara kedua negara. Kontrak ini disebut memiliki nilai sebesar AUS$90 miliar (Rp929 triliun).
Perdana Menteri Australia Scott Morrison terlihat tak menyesal telah membatalkan kesepakatannya dengan Prancis. Ia bersikeras AUKUS ini merupakan bagian dari kepentingan nasional Australia dan bahwa ini akan mengacaukan hubungan dengan negara-negara sekutunya di Eropa.
Sementara itu, beberapa negara ASEAN juga menyuarakan keengganan mereka terkait kesepakatan AUKUS ini.
Menteri Luar Negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah, mengatakan Kuala Lumpur dan Jakarta menyimpan kekhawatiran yang sama mengenai dampak dan konsekuensi dari kemitraan AUKUS di kawasan.
"Kami sepakat pada isu terbaru di kawasan mengenai negara di dekat kawasan kami yang membeli kapal selam bertenaga nuklir," kata Saifuddin saat konferensi pers virtual usai bertemu Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Jakarta.
"Walaupun negara itu (Australia) tak punya kapasitas senjata nuklir, kami (RI-Malaysia) khawatir dan prihatin," lanjutnya.
Tak hanya itu, Wakil Presiden Akademi Diplomat Vietnam, Nguyen Hung Son, menyampaikan seharusnya AS, Inggris, dan Australia turut mendiskusikan kemitraan AUKUS dengan ASEAN. Sebab, kesepakatan ketiga negara besar itu berhubungan dengan wilayah Asia Tenggara.
"Pertama-tama saya pikir dampak langsungnya adalah kesan bahwa AS dan bahkan Inggris memiliki komitmen jangka panjang di kawasan ini (Indo-Pasifik). Mereka memperkuat sekutu mereka dan terlepas dari pembicaraan mereka tentang sentralitas ASEAN. Ada banyak penekanan pada sekutu dan mitra tradisional mereka," ujar Nguyen.
"ASEAN perlu bertanya pada dirinya sendiri mengapa hal (kesepakatan) itu terjadi di atas wilayah ASEAN. Dan tanpa sepengetahuan ASEAN," paparnya menambahkan. [rin]