WahanaNews.co, Jakarta - Rusia dikabarkan membuka perekrutan untuk tentara-tentara baru di sejumlah negara tetangga di Asia Tengah.
Perekrutan dilakukan untuk memperkuat posisi mereka menginvasi Ukraina sekaligus menangkal serangan balik.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Kabar tersebut disampaikan intelijen dari Kementerian Pertahanan Inggris.
"Sedikitnya terdapat 6 juta migran dari Asia Tengah di Rusia. Kremlin menganggap ini jumlah yang amat potensial untuk perekrutan (tentara)," demikian pernyataan Kemhan Inggris seperti dikutip dari South China Morning Post.
Kemhan Inggris menilai rencana perekrutan diambil Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghindari mobilisasi dari warganya sendiri.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Mobilisasi warga untuk bertempur melawan Ukraina dinilai tak lagi mendapat sambutan positif di dalam negeri Rusia. Langkah itu pun berpotensi membuat Putin tak lagi populer jelang pemilihan umum 2024.
Sebelumnya, Putin memerintahkan "mobilisasi sebagian" sebanyak 300 ribu tentara cadangan pada September 2022. Kebijakan tersebut membuat ratusan ribu warga Rusia meninggalkan Rusia karena ogah perang lawan Ukraina.
"Kremlin bisa mendapatkan personel tambahan dengan mengeksploitasi warga negara asing saat kehilangan tentara yang semakin banyak," kata Kemhan Inggris.
Rusia juga menggencarkan iklan perekrutan di negara-negara tetangga seperti Armenia atau Kazakhstan sejak akhir Juni. Kremlin menjanjikan bayaran sebesar 490 ribu rouble atau setara Rp77 juta.
Para calon tentara bayaran dari negara tetangga tersebut juga dijanjikan gaji sebesar 190 ribu rouble (Rp30 juta) per bulan.
Para migran dari Asia Tengah juga kabarnya mulai direkrut sejak Mei tahun lalu. Mereka dijanjikan bayaran yang menggiurkan dan mendapat paspor Rusia, demikian pernyataan dari Kemhan Inggris.
Bahkan, Kremlin dilaporkan memaksa merekrut tentara dari sejumlah migran seperti pekerja bangunan Uzbekistan di wilayah pendudukan Rusia di Kota Mariupol.
Moskow kemudian menuding Inggris menyebarkan informasi salah. Kemhan Inggris sendiri yang paling rutin menyampaikan bocoran terkait kekuatan Rusia di Ukraina.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]